Meski begitu, kekecewaan tim terbayarkan lantaran di sepanjang perjalanan hamparan padang pasar begitu memanjakan mata karena begitu indahnya. Badai pasir tak jarang terjadi di sepanjang jalur tersebut.
Pemandangan berbagai macam, mulai dari dinding batuan vulkanik hitam dan ngarai merah oker, hamparan pasir putih dan kebun-kebun palem. Dan terutama reruntuhan Nabatian yang membuat mata terkagum-kagum, karena bangunan sehebat milik bani Tsamud atau kaum Ad yang setara dengan yang ada di Petra, di Yordania.

Bahkan dari kejauhan masih tampak sebuah bekas permukiman dan makam-makam di dinding batu yang monumental adalah salah satu peninggalan terakhir dan paling terawat kerajaan yang hilang itu.
Kaum yang hidup di abad ke-6 SM ini dikenal sebagai pedagang di jazirah Arab dan Mediterania. Mereka terbilang bangsa beradab karena memiliki huruf sendiri dan pandai baca tulis.
Allah memberi mereka keahlian memahat bukit-bukit karang menjadi rumah dan istana. Daerah mereka yang kering dan tandus adalah sistem pertahanan alam yang amat kuat.

Karena air tidak mudah didapat oleh musuh, sehingga musuh tak pernah berhasil menguasai mereka, selain karena kaum Nabatin atau Al-Anbat ini memiliki 100.000 prajurit yang tangguh. Mereka menyembah berhala bernama Du Shara dan dewi Al-Uzza (disebutkan dalam Al-Quran) sebagai dewi kesuburan. Setelah bangsa ini runtuh, pada tahun 106 era kita, daerah ini dikuasai kaisar Romawi Trajan.
Dinamakan Kota Hantu
Wilayah tersebut tercatat sudah dihuni manusia sejak ribuan tahun silam. Di daerah yang kini disebut Al-Ula tersebut, sekitar dua ribu tahun silam, sempat berdiam suku kuno Arab, Lihyan, yang diperintah Dinasti Nabatean dari pusat kerajaan di wilayah Jordania saat ini.
Selain permukiman, mereka juga membangun kuburan-kuburan massif dengan memahat gunung-gunung batu di wilayah al-Hijr (Bebatuan) yang kini disebut Madain Saleh sekira 22 kilometer dari pemukiman.
Jejak arkeologis mencatat, kediaman-kediaman Kaum Tsamud dan Kaum 'Ad ditinggal penghuninya sejak sebelum masa Rasulullah. Kendati demikian, batu-batu bekas rumah suku tersebut kembali digunakan warga yang tinggal di situ belakangan.