Terkait tuntutan ini, Arfi mengatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri untuk membahas hal ini dengan Kedutaan Besar Saudi Arabia (KBSA) di Indonesia. Menurutnya, apa pun kebijakan Saudi Arabia, harapannya itu tidak memberatkan, menyulitkan, dan membebani masyarakat yang akan beribadah umrah.
"Pihak Saudi perlu diberi pemahaman bahwa kondisi geografis indonesia sangat luas. Jika kantor layanan rekam biometrik ini terbatas, tidak menjangkau hingga daerah, maka kebijakan ini justru akan memberatkan dan menambah cost," ujarnya.
"Kemenlu rencananya akan bersurat ke KBSA agar mempertimbangkan kembali atau menunda," sambungnya.
Arfi juga berharap, proses yang sudah berlangsung selama ini tetap berjalan. Kalaupun harus diterapkan, maka pada tahap awal dia mengusulkan agar rekam biometrik dilakukan di bandara Indonesia saja, ketika jamaah akan berangkat umrah.
"Atau, Saudi membuka tempat pengambilan biometrik di semua kab/kota sehingga memudahkan masyarakat Indonesia," tandasnya.
(Rachmat Fahzry)