Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Penjelasan Ulama Soal Hukum Riba di Mata Islam

Dewi Kania , Jurnalis-Kamis, 04 Juli 2019 |18:10 WIB
Penjelasan Ulama Soal Hukum Riba di Mata Islam
Riba di bank masih susah dihindari (Foto: Shutterstock)
A
A
A

Sering kita mendengar istilah riba ketika meminjam uang di bank atau koperasi, dengan tambahan bunga yang harus dibayarkan. Bagaimana hukumnya di mata Islam?

Hukum riba rupanya sudah ada sejak zaman Rasulullah. Saat itu banyak orang melakukan jual-beli tapi demi mencari untung semata dengan cara salah. Namun manusia sejak saat itu tidak menyadari.

 Jual beli soluasi riba

(Foto: Okezone)

Misalnya, pada waktu itu ada sahabat Rasullallah yang membeli kurma kualitas bagus, tapi dibayar dengan kualitas lebih buruk. Rasulullah mengatakan, hal itu perilaku yang salah karena riba.

Lalu, Rasulullah mengajarkan cara jual-beli yang benar. Caranya adalah menjual dulu kurma yang bagus, terus beli kurma dengan kualitas di bawahnya. Jadi solusi riba itu jual beli.

Sama halnya dengan bunga bank, yakni membayar tambahan jumlah uang yang harus dibayarkan ketika pinjam uang. Sebenarnya, uang itu tidak haram, tapi bunganya diharamkan.

"Bunga uang di bank itu riba, haramnya karena prosesnya. Misalnya sapi halal, tapi disembelih dengan tidak syar'i itu haram. Berbeda dengan babi, memang zatnya haram, jadi disembelih syar'i juga haram," ucap Anggota DSN-MUI Prof Dr H Jaih Mubarok di kawasan Cempaka Putih, Kamis (4/7/2019).

Kalau dilihat dari sejarah, bunga uang haram itu sejak 1900, tepatnya di Mesir. Sementara di Indonesia tahun 1934, sudah mengharamkan uang dengan alasan ikhtiar, tapi solusi belum terjawab.

Digalilah oleh ulama, kira-kira hampir 100 tahun ulama, belum bisa memberikan solusi secara berjenjang. Jadilah di bank syariah tidak ada pinjam uang, tapi pembiayaan. Sebab pinjam uang di bank konvensional hukumnya riba.

"Dari segi dosanya, serendah-rendahnya dosa orang melakukan riba itu setara dengan berzina dengan ibunya sendiri. Zina saja dosa besar, berarti kalau sama ibunya lebih besar. Ini menurut hadist lho!," bebernya.

Surat Al-Baqarah Ayat 275 menjelaskan,

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Artinya:

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

"Tempatnya orang yang melakukan riba itu neraka kekal," pungkas Prof Jaih.

(Dyah Ratna Meta Novia)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement