Perkawinan adalah salah satu peristiwa yang sangat penting dan sakral dalam kehidupan anak manusia. Sebab perkawinan bukan hanya menyangkut kedua mempelai, tetapi juga orangtua kedua belah pihak, dan keluarga mereka masing-masing.
Dilansir dari The Arab Weekly beberapa waktu lalu, Lembaga Al-Azhar membuat keputusan kalau kawin kontrak merupakan salah satu bentuk perzinaan. Keputusan Al-Azhar tersebut menjadi perdebatan di masyarakat Mesir. Perkawinan merupakan salah satu isu sensitif di negara tersebut.
Â
(Foto: Pixabay)
Anggota Dewan Cendekiawan Senior di Al-Azhar, Mahmoud Mohanna mengatakan, versi rancangan undang-undang terbaru menyebutkan kawin kontrak untuk kesenangan dan kenikmatan itu merupakan salah satu bentuk perzinaan. Oleh karena itu perdebatan mengenai hukum kawin kontraktelah selesai. Parlemen Mesir harus menyetujui rancangan undang-undang tersebut.
Pandang Al-Azhar kali ini membalikkan pandangan cendekiawan yang 10 tahun lalu mengakui keberadaan kawin kontrak. Saat itu kawin kontrak tidak masalah asal diumumkan dan disaksikan oleh dua orang dewasa.
Dengan adanya stigma kawin kontrak merupakan perzinaan di masyarakat konservatif Mesir, berarti Al-Azhar bisa membuat hukum larangan kawin kontrak. Akibatnya para pelaku kawin kontrak bisa dijatuhi hukuman.
Para pakar hukum mengatakan, kawin kontrak tak bisa ditangani melalui hukum tanpa mempedulikan dimensi intelektual dan budaya. Berusaha memperbaiki masalah dengan cepat melalui fatwa agama bisa memperburuk masalah dan tidak membantu anak-anak muda yang kemungkinan memasuki hubungan rahasia, terlarang, dan tidak sah.
Para ahli menunjukkan, menangani masalah kawin kontrak dengan intimidasi malah berefek kontraproduktif. Sebab dapat menimbulkan perlawanan sosial.
Profesor Sosiologi di Helwan University, Souhir Latif mengatakan, berupaya menghapuskan praktek kawin kontrak tanpa melibatkan anggota keluarga tak akan mengatasi krisis. Mengecilkan isu kawin kontrak hanya pada dimensi agama tak akan mendapatkan perhatian dari generasi milenial yang cenderung hidup bebas, suka membuat keputusannya sendiri, dan tak peduli dengan tradisi dan norma masyarakat.
Namun, terang Latif, larangan kawin kontrak itu sejalan dengan pemikiran orangtua yang berpendapat kalau hukum agama itu sakral.
Latif menjelaskan, pasangan kawin kontrak menganggap diri mereka telah melakukan perbuatan yang buruk. Mereka mengatakan, masyarakat yang mendorong mereka untuk mencari hubungan rahasia dan mereka seharusnya tidak dituntut hukum atas hal itu.
Masyarakat termasuk para cendekiawan dan pakar agama konservatif yang melarang kontak antara pria dan wanita, lembaga pemerintah yang gagal mengendalikan inflasi ekonomi, membuat generasi milenial tak mampu memberikan persyaratan minimum pernikahan resmi.
Apalagi orangtua serta keluarga sering mengajukan tuntutan harta yang terlalu tinggi pada siapa pun yang ingin menikah putri mereka. Adat perkawinan ini memberatkan pria. Ini membuat kawin kontrak jadi jalan keluar.
Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran
Follow Berita Okezone di Google News