Sebagaimana penjelasan dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji berikut:
مِنْ هَذِهِ الْأَلْعَابِ الشَّطْرَنْجِ، فَهُوَ قَائِمٌ عَلَى تَشْغِيْلِ الذِّهْنِ وَتَحْرِيْكِ الْعَقْلِ وَالْفِكْرِ. وَلَا رَيْبَ أَنَّهُ لَا يَخْلُوْ عَنْ فَائِدَةٍ لِلذِّهْنِ وَالْعَقْلِ، فَإِنْ عُكِفَ عَلَيْهِ زِيَادَةً عَمَّا تَقْتَضِيْهِ هَذِهِ الْفَائِدَةُ، فَهُوَ مَكْرُوْهٌ، فَإِنْ زَادَ عُكُوْفُهُ حَتَّى فُوِتَ بِسَبَبِهِ بَعْضُ الْوَاجِبَاتِ عَادَ مُحَرَّماً.
“Di antara permainan ini adalah catur yang selalu menyibukkan hati dan menggerakkan akal pikiran. Tidak diragukan lagi bahwa catur tak terlepas dari faedah bagi hati dan akal. Namun apabila seseorang tersibukkan dengannya sampai melebihi kadar faedah itu, maka hukumnya makruh. Namun apabila terlalu tersibukkan sehingga berdampak menggugurkan sebagian kewajiban, maka hukumnya kembali menjadi haram.” (Lihat: Al-Fiqh Al-Manhaji, vol. VIII hal. 166)
Maka dari itu, bermain game PUBG selama tidak menimbulkan dampak negatif tetap pada hukum asal, yakni diperbolehkan.
Keberadaan label haram ini hanya berlaku jika memang terdapat dampak negatif secara nyata pada setiap individu pemain, bukan pengguna PUBG secara keseluruhan.
(Dyah Ratna Meta Novia)