Adapun hukum menulis nama jenazah di batu nisan masih dipertentangkan oleh para Ulama. Sebagaimana dalam kitab al-Fiqhu ‘Ala al-Madzahib al-‘Arba’ah:
الشَّافِعِيَّةُ قَالُوْا: الْكِتَابَةُ عَلَى الْقَبْرِ مَكْرُوْهَةٌ، سَوَاءٌ كَانَتْ قُرْآنًا أَوْ غَيْرَهُ، إِلَّا إِذَا كَانَ قَبْرَ عَالِمٍ أَوْ صَالِحٍ، فَيُنْدَبُ كِتَابَةُ اسْمِهِ، وَمَا يُمَيِّزُهُ لِيُعْرَفَ
“Golongan ulama Madzhab Syafii berpendapat: menulis sesuatu di atas kuburan hukumnya makruh, baik berupa al-Quran atau selainnya. Kecuali kuburan orang Alim atau orang Salih, maka sunah menulis namanya dan sesuatu lain yang dapat membedakannya (dengan kuburan lain) agar dapat dikenali.”[3]
(Dyah Ratna Meta Novia)