Saat perjalanan pulangnya dari Tanah Suci, lewatlah rombongan besar Sang Khalifah di Kota Kuffah.
Dikisahkan, di kota tersebut terdapat seorang wali agung yang terkenal aneh (jadzab) bernama Bahlul al-Majnun. Kemudian, bertemulah Sang Khalifah dengan Sang Sufi Bahlul al-Majnun.
“Wahai Sufi berilah aku nasihat,” pinta sang Khalifah, Sang Sufi pun menyenandungkan sebuah syair yang sangat menyentuh,
“Bangunlah, bukankah Engkau telah merajai segenap penjuru bumi,”
“Telah merunduk kepadamu hamba Allah, mengapa hal itu terjadi?”
“Bukankah esok hari, liang lahat adalah tempatmu kembali,”
“Dan akan mengubur jasadmu, debu-debu yang berterbangan ini.”
“Sungguh benar engkau wahai Bahlul, adakah petuah lain untukku?,” ujar Sang Khalifah dengan penuh takdzim.
“Wahai pemimpin umat, ingatlah barang siapa yang diberikan Allah harta dan keindahan, kemudian ia menjaga keindahannya dan mengawasi ke mana dan dari mana hartanya datang, niscaya Allah tuliskan ia dalam catatan orang-orang yang beruntung”.
Khalifah Harun ar-Rasyid merasa beruntung diberi nasihat oleh Bahlul, Sang Sufi.
“Terima kasih banyak, sungguh kami ingin melunasi hutangmu dengan hadiah yang kami bawa,” ujar Sang Khalifah.
“Tak usah engkau lakukan wahai Amirul Mukminin, kembalikan setiap hak kepada pemiliknya, lunasilah hutang kewajiban dirimu atas apa yang Allah berikan kepadamu,” seru Sang Sufi.
“Kami sangat ingin memberikanmu sebagian dari harta yang kami miliki agar engkau merasa senang dengan hadiah tersebut,” rayu Sang Khalifah.
“Jangan lakukan hal itu wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Allah SWT memberikanmu banyak nikmat dan tak lupa Allah juga memberikan hal yang sama kepadaku. Aku telah bersyukur diberikan nikmat hidup oleh Allah, berpalinglah tak ada kebutuhan sedikit pun bagi diriku atas hadiah darimu,” ujar Sang Sufi.
“Baiklah, terimalah hadiah seratus dinar dari kami,” bujuk Sang Khalifah.
“Kembalikanlah harta tersebut kepada setiap orang yang berhak mendapatkannya, apa yang bisa kulakukan dengan uang sebesar itu? Berpalinglah sungguh kau telah meremehkan Dzat yang selalu memberikanku nikmat,” jawab Sang Sufi menolak tegas.