Rupanya disertasi berjudul Konsep Milk Al-Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Non Marital menimbulkan kontroversi di masyarakat. Disertasi tersebut dianggap melegitimasi hubungan seksual di luar nikah.

Saat ini penulis disertasi tersebut, Abdul Aziz sudah meminta maaf kepada umat Islam. Sebab disertasinya yang menghalalkan hubungan seksual di luar nikah membuat masyarakat merasa prihatin. Terutama kalangan agamawan termasuk MUI.
Pada kesempatan ini, Ustadz Djaelani (Udjae) memberikan pendapatnya mengenai disertasi yang kontroversial tersebut. Ia mengatakan, disertasi Abdul Aziz menyalahi aturan dan keluar dari jalur pendapat para ulama. Akibatnya, pendapat dalam disertasi ini menjadi kontroversial dan berbahaya bagi umat manusia.
"Disertasi doktor yang viral ini telah keluar dari pendapat-pendapat para ulama. Mengenai penafsiran milk al-yamin, jadi penafsiran yang dia lakukan itu tidak berdasar karena tidak sesuai dengan penafsiran ulama-ulama yang jauh lebih hati-hati dan lebih alim darinya," ujarnya pada Okezone, Rabu (4/9/2019).
Menurut Udjae, hal yang dilakukan Abdul Aziz bisa menjadi sebuah upaya untuk mengubah sesuatu yang telah Allah haramkan, kemudian dihalalkan dengan kepentingan-kepentingan yang bukan berdasarkan nalar keimanan. Namun hanya pada aspek hawa nafsu semata.
"Kita tidak bisa menerima hasil disertasi doktor tersebut. Sebab disertasinya sudah keluar dari Alquran," katanya.
Dalam Alquran yang dimaksud dengan milk al-yamin adalah seorang budak kepemilikan, dalam pengertian perbudakan. Pada masa itu masih ada istilah perbudakan dalam Islam, kemudian dari masa ke masa mulai dihapuskan secara perlahan.
Oleh karena itu proses penghapusan perbudakan ini masih berlangsung. Maka dibuatlah hukum tentang kepemilikan budak. Nantinya, apakah kepemilikan tersebut hanya sebatas dimanfaatkan untuk jadi pesuruh.
Namun, Islam memang pernah memberikan ruang ketika diperbolehkan 'bersenang-senang' atau berhubungan seksual dengan budak kepemilikan tersebut. Jika sudah terhapus, maka sudah pasti hukum ini hilang dengan sendirinya. Selain itu, tidak bisa konteks milk al-yamin ditafsirkan dengan arti yang lain, seperti membebaskan hubungan seksual di luar nikah.
"Jadi saya rasa, hal itu hanya sekadar upaya mencari-cari keabsahan untuk berzina saja dengan memaksakan dalil yang ada. Walhasil tidak diterima pendapat tersebut, dan saya juga telah mendengar bahwa doktor disertasi itu sudah meminta maaf atas persoalan yang ada," tambah Udjae.
(Dyah Ratna Meta Novia)