PADA era digital seperti saat ini, sudah banyak orang mendengarkan ceramah atau kajian islam lewat media sosial seperti Youtube, Instagram, dan lain-lain. Kaum milenial menyebut kegiatan seperti ini sebagai ngaji online. Lalu bagaimana hukumnya ngaji online menurut Islam?
Pertanyaan serupa pernah dilontarkan jamaah kepada KH. Baha'uddin Nursalim ata Gus Baha ketika dirinya menggelar pengajian di Korea Selatan. Kemudian ia menjawab bahwa orang yang ngaji online tetap mendapat pahala.
Lalu apakah sanad atau transmisi keilmuannya bisa nyambung? Gus Baha pun menjawab: "bisa".
Lebih lanjut, ulama muda NU ini mengatakan bahwa kebaikan itu ma'ruf, mudah dikenali dan dijangkau oleh akal. Hal ini bisa dilakukan dengan mengambil hal-hal positif dari dunia maya, youtube misalnya.
"Jadi, untuk sekadar mencari tahu kebaikan, tak harus bertemu langsung dengan guru, belajar dalam jangka waktu lama, hafal Al-Quran, hafal Hadits, dan seterusnya," ujar Gus Baha mengenai ngaji online.
Namun demikian, lanjut Gus Baha, hal ini tidak cukup bagi orang yang akan menjadi mufti. "Orang yang berfatwa tentang suatu hukum: halal-haram, sah-batal, misalnya," tutur Gus Baha.
Menurutnya, seorang mufti harus belajar menghadap langsung kepada guru, tak cukup hanya dari internet. Sebab, seorang mufti akan berhadapan dengan hukum yang akan menjelaskan boleh tidaknya sesuatu.
Demikian dijelaskan Gus Baha sebagaimana dalam video pengajiannya yang diunggah oleh akun Instagram dan Youtube @nuonline beberapa waktu lalu.
(Abu Sahma Pane)