Ketika sang anak kembali, Aminah mulai mendidiknya dengan baik, mencurahkan segenap kasih sayang dan perhatian bagi sang anak. Sang anak tumbuh dengan cepat hingga menampakkan tanda-tanda sebagai seorang laki-laki agung, padahal baru berusia enam tahun.
Tepat di sebuah tempat antara Makkah dan Madinah, antara rumah Aminah dan makam suaminya, di tengah padang pasir serta panas yang menyengat, bertiuplah badai yang panas membakar. Aminah berjuang melawan gelombang badai pasir dan kerasnya perjalanan hingga ia mengalami kelelahan yang sangat berat.
Ia pun berhenti di tempatnya dan menyadari bahwa ajalnya telah dekat di depan mata. Aminah mendekap erat putra semata wayangnya.
Ia rangkul sang anak dengan penuh kasih sayang dan perasaan seorang ibu yang mencintai dunia di wajah anaknya yang bersih bersinar.