Air matanya bercucuran dengan deras sementara sang anak memanggil dan memberi semangat. Tiba-tiba, kedua tangan Aminah melemah dan cahaya matanya meredup.
Dengan suara terengah, Aminah berkata, "Setiap yang hidup akan mati. Setiap yang baru akan lusuh. Setiap yang besar akan fana. Aku akan mati, tetapi kenangan akan abadi karena aku telah meninggalkan sebuah kebaikan dan melahirkan kesucian."
Dalam sekejap, ibu sang pembawa risalah ini berada di antara ada dan tiada. Badai yang menerjang itu telah mereda. Datanglah maut, sepi dan tenang tanpa dikeruhkan oleh tangisan anak yang malang. Muhammad menunduk dan menghambur kepada jasad ibunya sambil memanggil-manggil. Namun, tidak ada yang ia dapat dengar selain kesunyian yang mencekam.
Hari demi hari dan tahun demi tahun berjalan begitu cepat. Sepanjang perjalanannya dalam kurun waktu 34 tahun kemudian, Aminah binti Wahb tercatat dalam daftar tokoh-tokoh abadi sepanjang masa sebagai ibu Nabi Muhammad SAW yang agung.
(Dyah Ratna Meta Novia)