MENGOLEKSI dan memelihara buruh merupakan salah satu hobi yang sedang tren di Indonesia. Sejalan dengan itu, transaksi jual-beli burung pun meningkat.
Lalu bagaimana hukum jual beli-burung dalam Islam? Ulama fiqih membahasnya dalam kaitannya dengan posisi burung (dan juga ikan) berada. Ulama fiqih membahas jual beli hewan dari sejauh mana kemampuan penjual menyerahkan produknya kepada pembeli untuk menghindari gharar (jual beli produk yang tidak jelas).
Jika burung yang akan dijual berada di luar kandang, ini menjadi problem bagi kalangan ulama fiqih karena penjual diasumsikan tidak berkuasa untuk menyerahkannya kepada pembeli. Sementara tujuan dari jual beli adalah penyerahan produk miliknya kepada konsumen.

Ilustrasi. Foto: Istimewa
Dengan demikian, dalam hal jual-beli burung, penjual harus memastikan dagangannya berada di dalam kandang untuk dapat diserahkannya kepada pembeli. Hal ini disampaikan oleh Imam Al-Mawardi dari Mazahb Syafi’i dalam karyanya sebagai berikut:
فَأَمَّا إِنْ كَانَ الطَّيْرُ فِي بُرْجِ مَالِكِهِ : فَإِنْ كَانَ بَابُ الْبُرْجِ مَفْتُوحًا لَمْ يَجُزْ بَيْعُهُ : لِأَنَّه قَدْ يَقْدِرُ عَلَى الطَّيَرَانِ فَصَارَ فِي حُكْمِ مَا طَارَ ، وَإِنْ كَانَ بَابُ الْبُرْجِ مُغْلَقًا جَازَ بَيْعُهُ لِظُهُورِ الْقُدْرَةِ عَلَيْهِ وَتَسْلِيمِهِ بِالتَّمْكِينِ مِنْهُ فِي بُرْجِهِ ، وَتَمَامِ قَبْضِهِ بِإِخْرَاجِهِ مِنْ بُرْجِهِ
Artinya, “Adapun jika burung itu di kandang pemiliknya, maka dilihat dulu. Jika pintu kandang terbuka, maka burung tidak boleh dijual karena ia berpotensi terbang. Jadi, status burung itu seperti burung lepas. Tetapi jika pintu kandang tertutup, maka burung itu boleh dijual karena jelas kuasa pemilik atas burung, dapat menyerahkannya di dalam kandang, dan sempurna qabadh (serah-terima dalam akad) dari kandangnya,” (Al-Mawardi, Al-Hawil Kabir fi Fiqhi Mazhabil Imamis Syafi’i, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 1994 M/1414 H], juz V, halaman 327).
Ibnu Qudamah dari kalangan Mazhab Hanbali berpandangan serupa dengan Al-Mawardi. Dalam karyanya, Al-Mughni, Ibnu Qudamah menambahkan bahwa jual-beli burung tidak boleh dilanjutkan jika burung harus ditangkap dengan susah dan payah (mungkin di kandang terlalu besar atau di luar kandang) karena ketiadaan kemampuan pemiliknya dalam menyerahkan produk itu kepada pembeli. (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, juz VIII: 367).
Adapun Ibnul Himam dari Mazhab Hanafi dalam Fathul Qadir mengutip fatwa Qadhi Khan, seseorang boleh menjual burung yang terbang lepas, tetapi jinak keluar-masuk sarangnya, dan sanggup menangkapnya dengan mudah. Tetapi jika burung jinak itu sulit ditangkap, maka tidak boleh ada aktivitas jual-beli.
Dari berbagai keterangan ulama, dapat disimpulkan bahwa jual beli-burung dibolehkan sejauh memenuhi ketentuan dasar aktivitas penjualan, yaitu kemampuan penjual dalam menyerahkan produknya kepada konsumen. Tentu saja disarankan untuk menghindari jual-beli burung di luar jenis yang dilindungi karena bertentangan dengan hukum positif.
Demikian dikutip dari laman Nahdatul Ulama (NU Online pada Selasa (26/11/2019).
Redaksi Okezone menerima foto atau tulisan pembaca berupa artikel tausyiah, kajian Islam, kisah Islam, cerita hijrah, kisah mualaf, event Islam, pengalaman pribadi seputar Islam, dan lain-lain yang berkaitan dengan Muslim. Dengan catatan foto atau artikel tersebut tidak pernah dimuat media lain. Jika berminat, kirim ke [email protected], cc [email protected].
(Abu Sahma Pane)