Syaikhona Kholil al-Bangkalani atau Kiai Kholil (1820-1923 M) merupakan seorang ulama kharismatik dari Pulau Madura, Jawa Timur. Beliau merupakan guru pendiri Nahdatul Ulama (NU) KH Hasyim Asyari juga guru para kiai lainnya.
Syaikhona Kholil yang merupakan ulama dengan banyak karomah juga memiliki santri bernama Kiai Abdul Karim. Bahkan menjelang kematiannya Kiai Abdul Karim sampai menangis karena ingat Syaikhona Kholil.
Sejatinya Kiai Abdul Karim yang akrab disapa Mbah Manab merupakan pendiri Pondok Pesantren Lirboyo. Beliau dilahirkan di Dusun Banar, Desa Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, Magelang pada tahun 1856. Beliau berguru pada Syaikhona Kholil untuk menimba ilmu agama.
Suatu ketika, tiga atau empat hari sebelum wafat, Kiai Abdul Karim terbaring sakit di tempat tidur ditunggui oleh putri-putrinya.
Sambil menangis beliau mengatakan, “Dongakno yo! Mugo-mugo aku mbesuk neng kono diakoni dadi santrine Mbah Kholil.” (Artinya, Doakan ya! Semoga saya kelak di sana diakui menjadi santrinya Mbah Kholil).
Permintaan doa ini sangat mengherankan banyak orang kala itu. Biasanya permintaan seseorang sebelum meninggal adalah minta didoakan agar husnul khotimah, diampuni dosanya atau masuk surga.
Tapi ini tidak, Kiai Abdul Karim justru meminta didoakan supaya diakui sebagai santri dari guru beliau, Syaikhona Kholil Bangkalan. Itupun disampaikan sambil menangis.
Ini merupakan bukti bahwa hal itu adalah sesuatu yang tidak main-main dan sangat penting untuk diungkapkan. Apa sebenarnya maksud dari permintaan doa itu? Jawabanya adalah dhawuh beliau setelahnya.