Pendapat yang demikian dirasa kurang tepat karena justru menimbulkan pesimisme, sehingga umat menatap kehidupan dunia dengan sudut yang negatif bukan positif.
Bukankah Nabi dengan hijrahnya menyematkan jiwa optimis, hingga beliau kemudian diangkat sebagai kepala negara, yang semua kaum berharap kepemimpinanya membawa kepada kehidupan yang lebih baik? Itu artinya Nabi ingin umatnya menjadi penentu peradaban dunia. Itulah kemenangan yang sesungguhnya yang hanya bisa dicapai dengan mengedepankan jiwa yang optimis.
Bukankah dalam setiap doa selalu terselip kalimat:
رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِي ٱلدُّنۡيَا حَسَنَةٗ وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِ حَسَنَةٗ وَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ ٢٠١
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Al-Baqarah ayat 201). Hanya orang-orang yang optimis yang mampu meraih kebaikan dunia-akhirat.
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَ لَكُمْ فِيْ الْقُرْآنِ العَظِيْمِ وَ نَفَعَنِيْ وَ إِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَ الذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَ تَقَبَّلَ اللهُ مِنّيْ وَ مِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Demikian dikutip dari laman Suaramuhammadiyah sebagaimana ditulis oleh Sri Husodo, Anggota Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Sleman.
Redaksi Okezone menerima foto atau tulisan pembaca berupa artikel tausyiah, kajian Islam, kisah Islam, cerita hijrah, kisah mualaf, event Islam, pengalaman pribadi seputar Islam, dan lain-lain yang berkaitan dengan Muslim. Dengan catatan foto atau artikel tersebut tidak pernah dimuat media lain. Jika berminat, kirim ke [email protected], cc [email protected].
(Abu Sahma Pane)