MAJELIS Taklim diharuskan terdaftar di Kementerian Agama (Kemenag). Hal itu sebagaimana instruksi dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 29 Tahun 2019.
Mengetahui hal itu, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), PBNU A Helmy Faishal Zaini pun langsung mengambil sikap. Satu di antara lima sikapnya yaitu mengatakan Kemenag tidak perlu sibuk mengatur hal-hal yang bukan prioritas, termasuk soal majelis taklim yang pada akhirnya menimbulkan polemik.
“Pertama, Kemenag sebaiknya tidak terlalu sibuk dengan hal-hal yang sebetulnya bukan prioritas. Kebijakan harus konsen pada upaya-upaya pemenuhan program yang bersifat prioritas. Tentu saja kebijakan harus berdasarkan hasil kajian yang mendalam. Contoh kebijakan yang bukan prioritas dan justru menimbulkan kontroversi dan kegaduhan antara lain seperti sertifikasi nikah dan juga soal cadar dan cingkrang,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal PBNU A Helmy Faishal Zaini M. Foto: NU Online
Kedua, kata Helmy, pendiirian majelis taklim di berbagai daerah adalah bagian dari cara masyarakat untuk meneguhkan persaudaraan dengan kegiatan keagamaan. Jadi itu adalah khazanah yang lahir dari inisiatif masyarakat.