Namun antropolog Amerika ini sebenarnya adalah seorang ekonom. Gus Dur mengenalkan satu karya Geertz yang juga penting dan sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia yaitu Involusi Pertanian.
Involusi artinya kemunduran. Fokus Geertz adalah pertanian di wilayah Jawa. Buku ini menunjukkan bahwa kehadiran sistem pertanian modern yang dibawa oleh kolonial Belanda tidak memuncukan perubahan, namun justru memunculkan involusi karena jumlah penduduk yang terus bertambah.
Buku terakhir yang direkomendasikan Gus Dur adalah buku-buku atau serpihan pemikiran dari ekonom Belanda di masa lalu, yaitu J.H, Boeke tentang “Dua Economy”, ekonomi formal dan nonformal. Kritik utama yang disampaikan oleh Gus Dur dari hasil membaca catatan Boeke adalah semestinya pemerintah tidak hanya menganakemaskan sektor formal. Karcis atau retribusi yang dikumpulkan oleh para pedagang di pasar tradisional itu saja kalau dikumpulkan sebenarnya jumlahnya bisa lebih besar dari pajak usaha formal.
Kira-kira begitu, jika pemerintah hendak “berbisnis” dengan rakyat. Ada satu kaidah fikih yang sering diulang-ulang oleh Gus Dur: “Tashurruful imam alar roiyyah manutun bil maslahah”, bahwa apapun kebijakan pemerintah harus berorientasi menyejahterakan rakyatnya. Terlepas dari sosok seorang Gus Dur yang secara dramatis disebut "pintar sebelum lahir" karena anak dan cucu orang-orang besar, ia adalah seorang pembaca yang budiman. Bahkan semasa kecil konom ia sudah menghatamkan buku monumental Das Kapital karya Karl Mark, buku yang saat ini terancam akan disita oleh aparat keamanan.