Saat ini banyak muslim yang mengenakan cadar sebagai bagian dari cara berbusana mereka sehari-hari. Namun tak banyak yang mengetahui bagaimana sejarah cadar itu sendiri.
Guna mengetahui sejarah cadar, kita perlu menengok sejarah Dinasti Abbasiyah pada masa lampau. Selama lima abad berkuasa, Dinasti Abbasiyah mengalami keruntuhan pada 1258. Di antara faktor mendasar runtuhnya dinasti yang berhasil menjadikan Islam sebagai pusat pengetahuan dunia ini adalah munculnya dinasti-dinasti kecil.

Perkembangan dinasti-dinasti kecil itu juga awalnya sebagai konsep pengembangan wilayah berbasis otonomi. Di antara dinasti kecil yang berdiri ialah Dinasti Murabithun pada abad ke-11.
Seperti dilansir NU Online, Philip K. Hitti dalam History of The Arabs (2014) menjelaskan, Dinasti Murabithun pada awalnya merupakan sebuah paguyuban militer keagamaan yang didirikan oleh seorang muslim yang saleh di sebuah ribath sejenis padepokan masjid yang dibentengi di sebuah pulau di Senegal, Afrika Barat.
Anggota-anggota pertamanya terutama berasal dari Lamtunah, sempalan dari suku Sanhaji yang orang-orangnya hidup sebagai pengembara di Padang Sahara. Salah satu keturunan mereka ialah Suku Thawariq (Tuareg) yang memiliki kebiasaan mengenakan cadar.
Ibnu al-Khathib dalam Hulal yang dikutip Philip K. Hitti menyebut cadar merupakan adat. “Adat mereka yang aneh ini memunculkan nama lain, Mulatstsamun (para pemakai cadar) yang kadang-kadang menjadi sebutan lain bagi kaum Murabithun,” tulis Philip K. Hitti (2014: 689).
Yusuf ibnu Tasyfin (memerintah pada 1061-1106) yang juga salah seorang pendiri Kekaisaran Murabithun pada 1062 membangun Kota Maroko, yang menjadi ibu kota pemerintahannya yang juga diteruskan oleh keturunannya.