Salim hidup dalam kemuliaan, membela orang-orang lemah di hadapan penguasa zalim seperti Al Hajjaj ibn Yusuf Ats Tsaqafi.
Salah satu murid kesayangan yang sekaligus keponakannya, Umar ibn Abdil Aziz kelak menjadi penanda kembalinya cemerlang zaman walau singkat.
Jumlah pengantar jenazah Salim ketika wafat di Madinah, telah membuat Khalifah Hisyam ibn 'Abdil Malik cemburu.
Salim terakhir dalam senarai kisah ini lahir 7 setengah abad kemudian. Dia putra Bayazid, cucu Muhammad al Fatih. Berlawanan dengan banyak anggapan keliru selama ini, dialah Khalifah pertama Daulah 'Utsmaniyah, sementara kakeknya hanyalah seorang Sultan-Ghazi dari Khalifah Abbasiyyah akhir yang ditakhtakan di Mesir di bawah lindungan Sultan-sultan Mamluk.
Maka ketika dia berpaling dari jihad di medan Eropa ke Timur, Salim I memancang perlindungan bagi kaum Muslimin dengan menduduki Tabriz dan Armenia.
Rongrongan Daulah Shafawiyah yang Syiah, yang bersekutu dengan Portugis, dipapas di Teluk Persia dan Laut Arab. Disempurnakannya kekuasaan dengan melayani Makkah dan Madinah, lalu merebut seluruh Syam, Mesir, dan Afrika Utara dari Mamluk.
Khalifah terakhir Abbasiyyah dihadirkan ke Istanbul dari Kairo beserta seluruh pusaka peninggalan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang disandangnya dari sorban, jubah, pedang, terompah, hingga gigi, dan rambut.
Semua diserahkan kepadanya dan Salim pun dilantik sebagai Malikul Barrain wa Khaqanul Bahrain wa Khadimul Haramain Qaishar-i Rumi, Khalifatullah wa Zhillhuhu fil Ardhi (Raja Dua Benua, Khan Agung Dua Samudera, Pelayan Dua Tanah Suci, Kaisar Romawi, Khalifah Allah, dan Bayangan-Nya di Bumi.
Selama pemerintahannya, Salim memperluas wilayah Utsmani dari 2,5 juta menjadi 6,5 juta kilometer persegi. Putranya, Sulaiman al Qanuni, kelak akan menjadi penanda puncak kejayaan Daulah Utsmaniyah.
(Hantoro)