MENGENDALIKAN hawa nafsu butuh usaha ekstra keras. Sebab nafsu menjadi bagian dari fitrah manusia yang diberikan Allah SWT. Lalu bagaimana cara melatih diri agar hawa nafsu terkendalikan?
Dikutip dari buku ‘Fiqih Cinta’ karya Abdul Aziz Ahmad, Ibn Qayyim berpendapat, ketika seseorang diuji dengan hawa nafsu, yang setiap waktu selalu berbisik ke dalam diri kita. Kemudian manusia pun telah telah diberi dua hakim, yakni hakim akal dan hakim agama.
Oleh sebab itu manusia diperintahkan untuk mengangkat bisikan-bisikan hawa nafsu, supaya tidak mudah dikendalikan oleh aturan kedua hakim tersebut. Maka, ia harus terus berlatih untuk menolak sesuatu, sehingga secara perlahan dapat menghindari hawa nafsu.
Baca juga: Tiga Rumah yang Tidak Akan Dimasuki Malaikat
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk melatih diri mengendalikan hawa nafsu, yaitu di antaranya:
1. Latihan yang paling efektif adalah puasa, dibarengi dengan mengurangi pemenuhan berbagai tuntutan hawa-nafsu yang tidak berbahaya, dan meninggalkan yang berbahaya. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan tindakan kebalikannya, berkaitan dengan menentang hawa-nafsu.
2. Latihan harus dilakukan secara bertahap. Banyak kasus membuktikan, bahwa orang yang memaksa jiwanya meninggalkan hawa nafsu secara ekstrem ternyata mengalami berbagai dampak buruk yang tidak diharapkan, seperti gangguan jiwa, lepas kendali, dan sebagainya.
3. Latihan harus disesuaikan dengan kondisi usia: pertama, sesuai dengan tingkat usia. Seorang pemuda justru harus memberikan porsi yang lebih banyak kepada hawa-nafsu dari orangtua, karena dengan hawa-nafsu ia akan terus bergerak maju;
Kedua, kuat lemahnya kondisi fisik dan mental. Banyak orang yang ingin memiliki ketakwaan seperti ‘Umar bin al-Khaththib r.a. Namun, perlu diingat, kondisi seperti itu amat sulit diraih, kecuali oleh orang-orang yang memiliki kondisi flsik dan mental yang tidak jauh berbeda dengan ‘Umar. Masih banyak sahabat lain yang layak dijadikan panutan.
4. Latihan harus dibarengi dengan peningkatan pengetahuan agama, khususnya yang berkaitan dengan akibat hawa-nafsu dan takut kepada Allah SWT. Jika ia mengetahui akibat buruk hawa-nafsu, maka akan lebih termotivasi untuk mengendalikan dirinya. Sementara itu, jika ia takut kepada Allah SWT, maka ia akan menolak tuntutan hawa-nafsu yang berbahaya karena takutnya kepada Allah SWT.