JAKARTA - Pancasila sudah menjadi vaksin yang tepat bagi bangsa Indonesia untuk menguatkan imunitas diri dari virus-virus radikalme dan terorisme. Tidak seharusnya dibentur-benturkan dengan agama.
Wakil Direktur Eksekutif International Conference of Islamic Scholars (ICIS) KH. Khariri Makmun mengatakan, Pancasila sudah tercermin nilai-nilai agama, khususnya Islam.
“Di dalam Pancasila ada sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang itu sebetulnya tauhid, kemudian sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab itu ‘al insaniyah’, kemudian sila Persatuan Indonesia yang di dalam Al Qur’an disebut ‘wa'tasimu bihablillahi jami'an wala tafarraqu’ yang artinya kita bersatu jangan tercerai berai,” katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu (27/6/2020).
Baca juga: 'Nikmatnya Sedekah' Hadir Kembali dengan Konsep Milenial di MNCTV
“Lalu sila keempat itu permusyawaratan perwakilan itu ‘as-syura’ yang dalam Alquran itu artinya musyawarah. Juga sila Keadilan Sosial adalah ‘al adalah’ yang artinya keadilan.”
Dengan adanya penjelasan yang tercermin di Alquran tersebut maka Khariri menuturkan, rumusan-rumusan Pancasila sudah selaras dengan maqashidu asy-shyariah dengan tujuan-tujuan agama.
“Yang tentunya kalau orang bisa memahami agama itu dengan benar, tentu tidak akan ada tuduhan antara Pancasila dengan agama atau dengan Alqur’an itu sendiri,” tuturnya.
Mantan Rais Syuriah Nahdlatul Ulama di Jepang pada 2004-2006 ini juga menyampaikan ketika seseorang bisa memahami agamanya dengan baik, maka secara otomatis orang tersebut akan bisa menerima Pancasila itu dengan benar.
“Yang terjadi sekarang kan dalam memahami ajaran agama saja mereka banyak memiliki permasalahan dalam memahaminya, sehingga ketika agama disandingkan dalam konteks bernegara dan berpolitik ada miss, ada sesuatu yang hilang dari pemahaman mereka. Inilah kemudian yang memunculkan bibit intoleransi, radikalisme seperti yang terjadi sekarang ini,” katanya.
Itulah kenapa, menurut Khariri, agama dan Pancasila selalu dibenturkan. Hal ini dikarenakan kurangnya pemahaman itu tadi sehingga perlu bagi para tokoh agama atau para ulama-ulama moderat untuk memberikan pemahaman yang benar kepada mereka itu.
Pengasuh Pondok Pesantren Algebra International Boarding School, Bogor ini pun menjelaskan bahwa cara untuk mengatasi ini adalah harus sering-sering mengajak mereka berdialog. Selain itu juga perlu adanya tokoh-tokoh yang bisa menjelaskan secara runut kepada kelompok-kelompok ini.
Baca juga: Belajar Toleransi dari Nabi Muhammad
“Orang-orang ini ini sebetulnya adalah korban dari indoktrinasi jadi perlu diajak dialog. Saya sendiri sebagai dosen, saya mengajarkan mulai dari mahasiswa di semester pertama ada materi tentang intoleran lalu bagaimana kita menghadapi intoleran itu sehingga kita bisa menjadi toleran. Kita juga berikan kepada mereka bagaimana pemahaman yang benar. Khususnya dalam konteks beragama di Indonesia,” katanya.
Peraih Doktoral dari Averup University, Rotterdam, Belanda ini juga mengungkapkan bahwa biasanya kelompok-kelompok ini menggunakan alibi bahwa mereka adalah orang yang referensinya adalah quran dan sunnah. Jadi seolah-olah mengatakan ijtihad pendapat-pendapat ulama itu bukan berasal dari quran dan sunnah.
“Makanya mereka yang mengambil langsung dari sumbernya quran dan hadist akan berhadapan dengan masalah yang lebih sulit. Karena kemampuan mereka di dalam mamahami Alquran dan hadist saja sebetulnya tidak sampai tapi dia memaksakan diri,” terang Wakil Direktur International Conference of Islamic Scholars (ICIS) itu.
Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran