Tapi, lanjut dia, itu semua lebih ringan, as expected. Tiga tahun menjadi Muslim, Papi dan Mami mulai menerima, meski tetap enggak setuju. Tapi Papi supportnya enggak tanggung, mulai mengumrahkan saya dan istri, membelikan rumah dan mobil, berikut tanggungan bensinnya, juga modal cukup besar dititip ke saya untuk membangun bisnis.
“Ini semua, unbelievable. Yang terberat mulai datang. Satu malam saya diundang sharing di masjid, tentang mengapa saya memilih Islam, entah dari mana, seorang yang dipanggil "Pak Haji", naik mimbar setelah saya, lalu bicara: "Orang baru masuk Islam itu harusnya belajar, bukan mengajar. Karena saya tau banyak sekali yang jadi mualaf hanya untuk mencari uang di masjid", saya ingat betul,” katanya.
“Muka saya hanya bisa memerah, unbelievable. Mengakunya orang pesantren, klaimnya memahami agama. Nggak pernah kenal, nggak pernah tanya, tiba-tiba main tuduh. @felixsiauw anti-NKRI, anti-Pancasila, antek-Cina, makan duit amerika, antek-Israel, antek-komunis, intoleran, ekstrimis, radikal.”
"Ngakunya ormas paling toleran, tapi yang enggak sepaham semuanya nggak boleh ada. Bilangnya Islam ramah, kajian saya yang berjudul #UdahPutusinAja, di-demo, di-persekusi, dengan maki-makian yang tak layak di telinga."
(Salman Mardira)