Setahun kemudian sejak pernikahan tersebut, sang wanita tua yang merupakan ibu dari istri Syuraih datang ke rumah. Ia menanyakan kondisi sang anak selama menjalin kehidupan rumah tangga bersama Syuraih Al-Qadhi.
“Syuraih Al-Qadhi mengatakan, “Wahai Ibu, terima kasih telah mendidik anak yang luar biasa, istriku ini, atau anakmu ini, sangat melayaniku dengan baik,” jelas Oki mengisahkan kearifan Syuraih Al-Qadhi.
Sang ibu terkejut, lantaran dirinya sangat mengetahui watak dari anaknya yang tak jauh dari sifat suku Bani Tamim pada umumnya itu. Sang ibu menyadari adanya perubahan besar yang terjadi pada anaknya tersebut, dan kemudian menjelaskan bahwasanya perubahan sifat seorang wanita setelah menikah tidaklah lepas dari dua faktor utama, yakni suami yang saleh atau setelah lahirnya seorang anak.
“Sang ibu mengatakan, “Wahai Syuraih Al-Qadhi, biasanya wanita berubah itu ketika terjadi dua hal, pertama ketika suaminya mampu membimbingnya dengan baik, dan yang kedua kalau ia sudah punya anak. Namun nyatanya engkau pun belum dikaruniai seorang anak. Aku pun heran, sifat anakku ini bisa berubah karena bimbingan darimu," kata ibu mertua Syuraih.
Menyadari perubahan sifat pada anaknya, sang ibu lebih lanjut mengatakan bahwa jika Syuraih menemukan istrinya mulai membangkang dan durhaka kepadanya, maka sang ibu dengan rela mengatakan untuk Syuraih diperbolehkan memukul anaknya tersebut.
Nyatanya, akhlak terpuji ditunjukkan oleh Syuraih Al-Qadhi, di mana ia sama sekali tak pernah memukul dan mencela istrinya, bahkan hingga umur pernikahan mereka yang ke 20 tahun. Bahtera rumah tangga mereka bahkan menjadi panutan karena benar terbangun sebuah pernikahan yang sakinah mawaddah wa rahmah.
“Hikmah dari kisah ini, seorang istri bisa menjadi baik dan melayani suami dengan baik, karena sang suami menjalani fungsi sebagai pemberi contoh yang baik, menasihati dengan lemah lembut,” pesan Ustadzah Oki.
“Maka, berlemah lembutlah kepada wanita, maka ia akan patuh terhadapmu,” tutupnya.
(Rizka Diputra)