NAZAR dimaknai sebagai sebuah janji dari seseorang yang akan dipenuhi apabila keinginannya berhasil tercapai. Misalnya, ada orang yang mengucap nazar akan berbagi sembako apabila berhasil diterima untuk bekerja di perusahaan ternama, atau yang bernazar akan berpuasa jika sembuh dari suatu penyakit.
Namun faktanya, sebuah keinginan yang diucapkan bersamaan dengan nazar tak selalu langsung terwujud, sehingga muncul di benak yang melakukan nazar untuk membatalkan nazar tersebut. Lalu, apakah diperbolehkan untuk membatalkan nazar?
Pimpinan Lembaga Pengembangan Dakwah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah, Cirebon, KH Yahya Zainul Ma’arif alias Buya Yahya mengatakan, nazar sejatinya tidak bisa dibatalkan. Yang menjadi pembeda adalah mampu atau tidaknya melaksanakan nazar tersebut.
“Nazar tidak bisa dibatalkan, hanya perbedaannya adalah mampu melaksanakan atau tidak mampu melaksanakan. Kalau ia bernazar dan tidak mampu, ditunggu sampai mampu. Kalau meninggal dan ia belum mampu, jadinya tidak berdosa,” kata Buya Yahya, dikutip dari channel YouTube, Al-Bahjah TV, Rabu (26/8/2020).
Baca juga: Yuk, Menggapai Hajat dengan Rajin Bersholawat
Lebih lanjut Buya menekankan, dalam kondisi tidak mampu melakukannya, maka jangan dipaksakan. Namun, melunasi nazar harus disegerakan apabila telah mampu melakukannya. Hal ini dikarenakan nazar telah masuk kepada kewajiban yang harus dilunasi, seperti layaknya utang. Penekanan untuk tidak meremehkan pelunasan nazar disebutkan yang jika sampai nanti meninggal, tidak boleh dibagikan harta warisnya kecuali nazarnya sudah dikeluarkan terlebih dahulu.
Dalam bernazar juga harus dipastikan dengan nazar yang syar’i, yakni nazar yang tujuannya adalah hal-hal baik dan terkait dengan amal atau perbuatan baik. Sangat dilarang mengucapkan nazar yang tidak syar’i, seperti untuk melancarkan aksi kejahatan atau maksiat.