Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Amalan Wakaf Ibarat Memetik Panen di Akhirat

Vitrianda Hilba Siregar , Jurnalis-Kamis, 28 Januari 2021 |19:00 WIB
Amalan Wakaf Ibarat Memetik Panen di Akhirat
Wakaf bisa berupa lahan, bangunan, ataupun uang. (Foto:SINDOnews)
A
A
A

JAKARTA- Gerakan nasioanl wakaf uang  beberapa hari lalu dicanangkan Presiden Joko Widodo. Namun apa sebenarnya arti wakaf.

Wakaf termasuk amal ibadah yang paling mulia bagi kaum muslim, yaitu berupa membelanjakan harta benda. Dianggap mulia, karena pahala amalan ini bukan hanya dipetik ketika pewakaf masih hidup, tetapi pahalanya juga tetap mengalir terus, meskipun pewakaf telah meninggal dunia.

Ustaz Aunur Rofiq Ghufron menjelaskan, bertambah banyak orang yang memanfaatkannya, bertambah pula pahalanya; terlebih bila yang memanfaatkan hasil wakaf ini orang yang berilmu dinul Islam, ahli ibadah menurut Sunnah dan ahli da’wah Salafiyah, tentunya akan lebih bermanfaat lagi . Ini semua akan dipetik oleh pekawakafnya pada hari kiamat.

Sementara wakaf menurut bahasa, berasal dari bahasa Arab الوقف bermakna الحبس , artinya menahan. [Lihat Mu’jam Al Wasith (2/1051].

Baca Juga: Apa Itu Sutrah dalam Pelaksanaan Sholat Sunnah dan Wajib?

Imam Abu Bakar Muhamad bin Abi Sahel As Sarkhasi mengartikan wakaf menurut bahasa sebagaimana di atas, lalu berdalil dengan firmanNya:

"Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya. (Ash Shofat:24).

Lihat kitab Al Mabsuth, 12/39. Maksud pengambilan ayat ini karena ada kalimat waqofa, artinya menahan.

Dikutip dari Almanhaj pada Kamis (28/1/2021) menyebutkan sedangkan wakaf menurut istilah, yaitu menahan benda yang pokok dan menggunakan hasil atau manfaatnya untuk kepentingan dinul Islam.

Atau istilah yang lain, yaitu menahan barang yang dimiliki, tidak untuk dimiliki barangnya, tetapi untuk dimanfaatkan hasilnya untuk kepentingan orang lain. [Lihat kitab Al Mabsuth, 12/39]

Sementara dalil disyariatkannya wakaf termasuk amal ibadah yang berupa harta benda, telah disyari’atkan Islam semenjak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup.

Lalu, dilanjutkan oleh para sahabatnya serta para pengikutnya yang setia.

Sahabat Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata :

"Umar Radhiyallahu ‘anhu telah memperoleh bagian tanah di Khaibar, lalu ia datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seraya berkata,”Aku telah mendapatkan bagian tanah, yang saya tidak memperoleh harta selain ini yang aku nilai paling berharga bagiku. Maka bagaimana engkau, wahai Nabi? Engkau memerintahkan aku dengan sebidang tanah ini?” Lalu Beliau menjawab,”Jika engkau menghendaki, engkau wakafkan tanah itu (engkau tahan tanahnya) dan engkau shadaqahkan hasilnya,” lalu Umar menyedekahkan hasilnya. Sesungguhnya tanah ini tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak boleh diwaris, tetapi diinfakkan hasilnya untuk fuqara, kerabat, untuk memerdekakan budak, untuk kepentingan di jalan Allah, untuk menjamu tamu dan untuk ibnu sabil. Orang yang mengurusinya, tidak mengapa apabila dia makan sebagian hasilnya menurut yang makruf, atau memberi makan temannya tanpa ingin menimbunnya. [HR Bukhari no. 2565, Muslim 3085].

Imam Nawawi berkata:

Hadits ini menunjukkan asal disyari’atkan wakaf. Dan inilah pendapat jumhurul ulama’, serta menunjukkan kesepakatan kaum muslimin, bahwa mewakafkan masjid dan sumber mata air adalah sah. [Lihat Syarah Muslim, 11/86].

Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran
Dengarkan Murrotal Al-Qur'an di Okezone.com, Klik Tautan Ini: https://muslim.okezone.com/alquran

(Vitrianda Hilba Siregar)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement