Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Catatan Sejarah Pemberontakan Mengatasnamakan Islam

Vitrianda Hilba Siregar , Jurnalis-Rabu, 31 Maret 2021 |17:42 WIB
Catatan Sejarah Pemberontakan Mengatasnamakan Islam
Catatan sejarah pemberontakan mengatasnamakan Islam. (Foto: Freepik/Ilustrasi)
A
A
A

Pemberontakan Kelima

Kemudian barisan para teroris pembunuh Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan tersebut menghilangkan jejak dan menyusup di barisan Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib. Mereka menampilkan diri sebagai pendukung khalifah ‘Ali. Barisan para teroris tersebut menyulut bara fitnah. Hingga akhirnya, mereka menyatakan diri keluar dari barisan khalifah ‘Ali, dengan alasan bahwa ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu telah kafir karena telah berhukum dengan selain hukum Allah. Mereka menyempal dari barisan khalifah ‘Ali dan menyingkir dari suatu tempat yang bernama Harura’, jumlah mereka sekitar 12000 orang, yang kemudian mereka berdiam di situ. Itulah awal pertumbuhan mereka secara terang-terangan memisahkan diri dan keluar dari barisan para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka memproklamirkan bahwa komandan perang mereka adalah ‘Abdullah bin Wahhab ar-Rasibi dan imam mereka adalah ‘Abdullah bin al-Kawwa al-Yasykuri.

Orang-orang Khawarij sangat kuat dalam beribadah, tetapi mereka meyakini bahwa mereka lebih berilmu dari para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ini merupakan penyakit yang sangat berbahaya. Di tengah-tengah mereka tidak ada seorang pun ahlul ilmu dari kalangan Sahabat, padahal para Sahabat masih hidup.

Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma menuturkan: “Ketika kaum Khawarij memisahkan diri, mereka masuk ke suatu daerah. Ketika itu jumlah mereka 6000 orang. Mereka semua sepakat untuk memberontak kepada Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib. Banyak yang datang kepada ‘Ali untuk mengingatkan beliau: ‘Wahai Amirul Mukminin sesungguhnya kaum ini (Khawarij) hendak memberontak kepadamu!” Namun ‘Ali menyatakan: “Biarkan mereka, karena aku tidak akan memerangi mereka hingga mereka dulu yang memerangiku dan mereka akan mengetahui nantinya.”

Kemudian terjadi perdebatan antara Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma dengan para Khawarij tersebut, semua hujjah dan argumentasi mereka dalam mengkafirkan dan memberontak dari barisan ‘Ali –bahkan dari barisan para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam– dibantah habis oleh Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma dengan hujjah dan argumentasi yang kokoh dan tidak dapat dibantah lagi, dan mereka tidak mampu membantah hujjah-hujjah tersebut.

Sehingga tersingkap dan terjawab segala kerancuan berpikir yang selama ini menutupi akal dan hati mereka yang picik tersebut. Ibnu ‘Abbas berkata: “Maka bertaubatlah 4000 orang dari mereka, dan sisanya tetap memberontak. Maka akhirnya mereka -para pemberontak- ditumpas habis.”

Demikianlah Ibnu ‘Abbas menasihati mereka dengan meletakkan prinsip dasar dalam memahami agama Islam yang benar, yaitu dengan merujuk apa yang telah difahami dan diamalkan oleh para Sahabat Radhiyallahu anhum.

Tidak boleh seseorang memahami dan menafsirkan nash-nash Al-Qur-an dan As-Sunnah dengan pemahaman dan penafsiran sendiri yang keluar dan berbeda dari apa yang dipahami dan diamalkan oleh para Sahabat.

Kemudian barisan Khawarij yang melarikan diri membuat fitnah dimana-mana dan berusaha membangun kekuatan kembali untuk memberontak dan memporak-porandakan jama’ah kaum Muslimin dan mereka terus mendendam kepada khalifah kaum Muslimin. Ada tiga orang Khawarij yang berencana membunuh khalifah ‘Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu anhum.

Kemudian ‘Abdurrahman bin ‘Amr yang terkenal dengan ‘Abdurrahman bin Muljam al-Himyari al-Kindi (seseorang dari kaum Khawarij) membunuh ‘Ali bin Abi Thalib ketika shalat Shubuh. Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu wafat di bulan Ramadhan tahun 40 H (661 M).

Setiap pemberontakan melawan pemerintah, membuat kerusakan, mengganggu stabilitas keamanan, menakut-nakuti dan mengadakan teror bagi kaum Muslimin, maka umumnya pelakunya orang kafir, atau munafik atau Khawarij. Karena sesungguhnya Islam tidak pernah mengajarkan untuk membuat kerusakan, sebaliknya Islam mengajak kepada kedamaian dan keamanan.

Bahkan Nabi Ibrahim Alaihissallam setelah membangun Ka’bah beliau memohon kepada Allah agar negeri Mekkah diberikan rasa aman. 

(Vitrianda Hilba Siregar)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement