PEMANDANGAN langka tersaji di Pangkalan Militer Prancis yang terletak di Lebanon Selatan pada Jumat 18 Juni 2021. Tampak enam tentara Prancis, seorang di antaranya adalah wanita, tengah khusyuk melaksanakan sholat dengan dipimpin oleh seorang imam yang menggunakan pakaian sholat lengkap.
Usai melaksanakan sholat dan berdoa bersama, keenam tentara militer Prancis tersebut kembali ke pangkalan militer untuk melaksanakan tugas masing-masing.
Baca juga: PPKM Darurat, Wamenag Ajak Ulama Sosialisasikan Fikih Pandemi
Pemandangan tersebut tentu sangat kontras dengan situasi yang terjadi di negara Prancis itu sendiri. Di mana untuk melaksanakan ibadah saja tidak pernah semudah itu.
"Toleransi yang kami temukan di angkatan bersenjata, kami tidak menemukannya di luar," kata Master Anouar (31), tentara Muslim yang telah bergabung selama 10 tahun di militer Prancis, dikutip dari laman Bdnews24, Selasa (6/7/2021).
Selama dua dekade terakhir, karena populasi Muslim Prancis makin memiliki peran yang lebih besar di sana, para pejabat sering coba membatasi kehadiran publik Islam di bawah aturan sekularisme Prancis yang makin diperketat, yang dikenal sebagai 'laicite'.
Sebuah undang-undang yang ditujukan untuk jilbab Muslim pada 2004 melarang pemakaian simbol-simbol agama di sekolah umum, dan memicu perdebatan sengit selama bertahun-tahun mengenai perlakuan Prancis terhadap populasi Muslim-nya yang notabene terbesar di Eropa.
Baca juga: Alquran dan Sains: Bentuk Bumi Bulat seperti Gulungan Kain Sorban di Kepala
Masjid-masjid telah dibangun di pangkalan-pangkalan militer Prancis yang berada di seluruh dunia, termasuk di Deir Kifa, di mana sekira 700 tentara Prancis membantu pasukan PBB menjaga perdamaian di Lebanon Selatan.
Makanan halal ditawarkan. Hari libur Muslim diakui. Jadwal kerja disesuaikan untuk memungkinkan tentara Muslim menghadiri Sholat Jumat.
Militer adalah salah satu institusi yang paling berhasil mengintegrasikan Muslim. Pejabat militer dan pakar luar mengatakan bahwa hal itu seharusnya dapat berfungsi sebagai model untuk seluruh Prancis.
Keberhasilan tersebut ditengarai terinspirasi dari hal serupa yang dilakukan oleh Angkatan Darat Amerika Serikat (AS) yang berada di depan masyarakat Amerika lainnya dalam mengintegrasikan orang kulit hitam Amerika di tengah isu rasial yakni white supremacy.
Baca juga: Mimpi Haji Menurut Islam, Begini Penjelasannya
Di negara di mana ekspresi keagamaan dalam pengaturan pemerintah dilarang, dan di mana manifestasi publik Islam sering digambarkan sebagai ancaman bagi persatuan Prancis terutama setelah serangkaian serangan Islam sejak 2015, tempat Islam yang tidak terbantahkan di militer tersebut tentu menjadi fenomena yang sulit dipercaya.
Seorang tentara lain yakni Sersan Azhar (29) mengatakan bahwa ia dibesarkan menghadapi diskriminasi sebagai seorang Muslim dan kesulitan menjalankan agamanya ketika bekerja di sebuah restoran sebelum bergabung dengan militer. Namun saat menjadi tentara, dia bisa menjalankan agamanya tanpa dicurigai.
Baca juga: Khutbah Jumat tentang Qurban dan Haji Menyambut Hari Raya ldul Adha
Usut punya usut, hal tersebut dikarenakan tentara Prancis 'dipaksa' untuk hidup bersama, sehingga pasukan yang berasal dari semua latar belakang tersebut dapat lebih mengenal satu sama lain dibanding keadaan yang terjadi di lapisan masyarakat lainnya.
"Dalam tentara, Anda memiliki semua agama, semua warna kulit, semua asal-usul," ucap Sersan Azhar, "Jadi itu memungkinkan keterbukaan pikiran yang tidak Anda temukan dalam kehidupan sipil."
Sungguh indah ya toleransi ala militer Prancis tersebut. Semoga seluruh lapisan masyarakat Prancis juga bisa menerapkan hal serupa.
(Hantoro)