"Pada suatu hari datang dua orang mengadukan masalahnya kepadaku. Yang seorang aku dengarkan keluhannya. Tapi yang seorang lagi karena aku tak suka maka tak kudengar pengaduannya. Inilah risiko menjadi qadi (penghulu)," jelas ayahanda Abu Nawas.
"Jika kelak kau suka menjadi qadi, maka kau akan mengalami hal yang sama. Namun jika kau tidak suka menjadi qadi, maka buatlah alasan yang masuk akal agar kau tidak dipilih sebagai qadi oleh Raja Harun Al Rasyid. Tapi tak bisa tidak Raja Harun Al Rasyid pastilah tetap memilihmu sebagai qadi," lanjutnya.
Baca juga: Kisah Nasruddin Hoja Sholat Jumat di Hari Kamis, Kok Bisa?
Baca juga: Perkasa! Istri Abu Nawas Pukuli Maling Sampai Bonyok, Ini Penyebabnya
Itulah sebabnya Abu Nawas pura-pura menjadi gila. Hanya untuk menghindarkan diri agar tidak diangkat menjadi qadi. Seorang qadi atau penghulu pada masa itu kedudukannya seperti hakim yang memutus suatu perkara.
Walaupun tidak menjadi qadi, Abu Nawas sering diajak konsultasi oleh Raja untuk memutus suatu perkara. Bahkan, dia kerap kali dipaksa datang ke istana untuk sekadar menjawab pertanyaan Baginda Raja yang aneh-aneh dan tidak masuk akal.
Wallahu a'lam bishawab.
(Hantoro)