INILAH kisah Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam menikahi Aisyah Radhiyallahu anha pada bulan Syawal untuk mematahkan tradisi Syawal sebagai bulan sial. Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq merupakan salah satu perempuan paling beruntung yang dinikahi Rasulullah, yakni setelah pernikahannya dengan Saudah bintu Zam’ah bin Qois Radhiyallahu anha.
Kala itu pernikahan Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam dengan Aisyah Radhiyallahu anha terjadi pada bulan Syawal tahun 11, setelah kenabian, atau tepatnya 2 tahun 5 bulan usai peristiwa hijrah.
Baca juga: Masya Allah! Suami Istri Ini Daftar Haji Pakai Uang Receh Hasil Jualan Siomai
Aisyah Radhiyallahu anha dinikahi Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam ketika masih berusia 6 tahun. Seperti dijelaskan dalam salah satu riwayat hadis, dari Aisyah, Rasulullah bersabda:
تَزَوَّجَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا بِنْتُ سِتِّ سِنِينَ ، وبنى بي وأنا بنت تسع سنين
Artinya: "Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku ketika aku berusia 6 tahun. Dan beliau kumpul bersamaku ketika aku berusia 9 tahun." (HR Bukhari dan Muslim)
Baca juga: 9 Fakta Istilah Halal Bihalal, Ada Peran Penting KH Wahab Chasbullah dan Bung Karno
Sementara menurut Abbas Mahmud Aqqad, dalam kitab 'Ash-Shiddiqah binti Ash-Shiddiq', saat itu umur Aisyah ketika berbulan madu dengan Nabi tidak kurang dari 12 tahun dan tak lebih dari 15 tahun.
Hal tersebut diperkuat dengan riwayat Ibnu Sa’ad yang menerangkan bahwa Aisyah dilamar Nabi Shallallahu alaihi wassallam pada usia 9 tahun. Lalu bulan madu pada usia sudah menginjak baligh (15 tahun). Ketika itu, maharnya 400 dirham.
Pernikahan Aisyah dengan Nabi Shallallahu alaihi wassallam inilah yang mematahkan mistos bahwa Syawal merupakan bulan sial. Terutama bagi yang akan menikah, beberapa tradisi memberi banyak pantangan pada bulan tersebut.
"Kalau di wilayah Nusantara, mitos-mitos seputar hindari pernikahan di bulan-bulan tertentu diduga kuat terjadi jauh setelah masa Nabi. Namun demikian, seluruh peristiwa yang dicontohkan Nabi Muhammad menjadi barometer untuk umatnya di lintas wilayah dan zaman," ujar Ketua Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) KH Sirril Wafa saat dihubungi MNC Portal.
Baca juga: Viral Pengendara Buka Baju untuk Dijadikan Kain Kafan Kucing yang Tertabrak Mobil
Lebih lanjut, selain bulan syawal dan apit/selo/dzulqa'dah, dalam kepercayaan masyarakat Jawa muncul pandangan adat tentang konsep bulan-bulan "Duda" yang bersumber dari spekulasi otak-atik kaidah perhitungan Aboge. Serta kalender urfi sistem aboge, dikenal siklus windu atau per 8 tahunan.
"Tahun-tahun lainnya ada padanan hari/pasarannya. Yang tidak ada padanannya itulah yang ditetapkn sebagai tahun duda. Maka dihindari helat perkawinan pada tahun-tahun 'duda'," jelas KH Sirril Wafa.
Selain itu, supaya tidak terjadi perceraian, terdapat spekulasi yang menarik di dalam aturan adat, antara lain tertolak oleh segmen-segmen tata cara Nabi Shallallahu alaihi wassallam berprilaku sebagai sunah dalam kehidupan sehari-hari.
"Inilah antara lain makna Nabi sebagai uswatun hasanah (contoh yang baik)," pungkasnya. Allahu a'lam bishawab.
Baca juga: Umrah Dibuka, Lebih dari 1,5 Juta Jamaah Mengunjungi Masjid Nabawi
Baca juga: Bolehkah Mengerjakan Sholat Dhuha secara Berjamaah?
(Hantoro)