 
                Di sini Allah Subhanahu wa ta'ala menggunakan kalimat sumpah. Ini menunjukkan keutamaan sesuatu yang disebutkan dalam sumpah.
Makna ayat tersebut ada empat tafsiran dari para ulama yaitu: (1) Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, (2) Sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, (3) Sepuluh hari pertama bulan Ramadhan, dan (4) Sepuluh hari pertama bulan Muharram.
Baca juga: Puasa Dzulhijjah, Simak Niat hingga Tata Caranya Sesuai Sunah
Malam (lail) kadang juga digunakan untuk menyebut hari (yaum), sehingga ayat tersebut bisa dimaknakan sepuluh hari Dzulhijjah.
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan bahwa tafsiran yang menyebut sepuluh hari Dzulhijah, itulah yang lebih tepat. Pendapat ini dipilih oleh mayoritas pakar tafsir dari para salaf dan selain mereka, juga menjadi pendapat Ibnu ‘Abbas.
Lantas manakah yang lebih utama, apakah 10 hari pertama bulan Dzulhijjah atau 10 malam terakhir bulan Ramadhan?
Baca juga: Keutamaan Puasa Dzulhijjah, Benarkah Lebih Besar dari Perang Jihad?
Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitab Zaadul Ma’ad memberikan penjelasan yang bagus tentang masalah ini. Beliau berkata:
"Sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan lebih utama dari sepuluh malam pertama dari bulan Dzulhijjah. Dan sepuluh hari pertama Dzulhijah lebih utama dari sepuluh hari terakhir Ramadhan. Dari penjelasan keutamaan seperti ini, hilanglah kerancuan yang ada. Jelaslah bahwa sepuluh hari terakhir Ramadhan lebih utama ditinjau dari malamnya. Sedangkan sepuluh hari pertama Dzulhijah lebih utama ditinjau dari hari (siangnya) karena di dalamnya terdapat hari nahr (kurban), hari Arafah dan terdapat hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah)."