Kewajiban ini tentunya berdasarkan Al Quran dan sunnah. Adapun berikut ayat yang menjelaskan kewajiban haji yang berasal dari firman Allah SWT:
…وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ
“(Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu) mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam.” (Ali Imran [3]: 97)
Mengenai fenomena yang ada, para ulama berbeda pendapat. Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf dan sebagian pendapat ulama pengikut Madzhab Maliki mewajibkan pelaksanaan haji sesegera mungkin bagi yang sudah mampu. (Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz 3, hlm 16)
Jika mengikuti pendapat ini, maka seseorang harus segera mendaftar haji bila telah mampu. Akan tetapi, menurut ulama pengikut Madzhab Syafi’i membolehkan penundaan pelaksanaan haji bagi yang mampu.