Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Apakah Membersihkan Wadah Bekas Najis Babi Harus Memakai Tanah?

Hantoro , Jurnalis-Jum'at, 21 Juli 2023 |10:21 WIB
Apakah Membersihkan Wadah Bekas Najis Babi Harus Memakai Tanah?
Ilustrasi cara membersihkan wadah bekas najis babi. (Foto: Freepik)
A
A
A

APAKAH membersihkan wadah bekas najis babi harus memakai tanah? Hal ini sangat penting diketahui setiap Muslim. Tujuannya agar amal ibadah yang dikerjakan lebih sah.

Dikutip dari Muslim.or.id, Ustadz Muhammad Saifudin Hakim menjelaskan bahwa sebagian kecil ulama berpendapat bahwa najis babi di-qiyas-kan dengan najis air liur anjing, sehingga harus dicuci sebanyak tujuh kali dan salah satunya dicampur dengan tanah (debu).

Ilustrasi cara membersihkan wadah bekas najis babi. (Foto: Freepik)

Adapun mayoritas atau jumhur ulama berpendapat bahwa najis babi tidak bisa disamakan dengan najis air liur anjing. Berkaitan dengan najis air liur anjing, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ، أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ

"Sucinya wadah air seseorang di antara kalian jika dijilat anjing adalah dengan dicuci sebanyak tujuh kali, permulaannya dicampur dengan tanah." (HR Muslim nomor 279) 

Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah An-Nawawi rahimahullah, salah satu ulama besar Madzhab Asy-Syafi'i. Ini adalah pendapat resmi dalam Madzhab Asy-Syafi'i. Beliau rahimahullah menyatakan:

وَمَا نَجُسَ بِمُلَاقَاةِ شَيْءٍ مِنْ كَلْبٍ غُسِلَ سَبْعًا إحْدَاهُنَّ بِتُرَابٍ وَالْأَظْهَرُ تَعَيُّنُ التُّرَابِ، وَ أَنَّ الْخِنْزِيرَ كَكَلْبٍ.

"Sesuatu yang menjadi najis karena terkena bagian dari anjing, maka dicuci sebanyak tujuh kali, salah satunya dengan tanah. Yang tampak, harus dengan tanah (tidak boleh diganti dengan yang lain). Dan babi sama seperti anjing." (Al Minhaj 1/13, Maktabah Syamilah)

Akan tetapi, qiyas semacam ini bertentangan dengan hadits Abu Tsa'labah Al Khusyani radhiyallahu 'anhu, ketika beliau bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang bolehnya menggunakan wadah (panci) bekas memasak babi milik ahli kitab.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:

فَإِنْ وَجَدْتُمْ غَيْرَهَا فَلاَ تَأْكُلُوا فِيهَا، وَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فَاغْسِلُوهَا وَكُلُوا فِيهَا

"Jika Engkau mendapatkan wadah lainnya, jangan makan menggunakan wadah tersebut. Jika Engkau tidak mendapatkan yang lainnya, maka cucilah wadah tersebut, dan makanlah dengan menggunakan wadah tersebut." (HR Bukhari nomor 5478 dan Muslim: 1930) 

Berdasarkan hadits tersebut maka qiyas najis anjing sama dengan najis babi sangat lemah dan tidak memiliki dasar yang kuat. Sebab jika harus dicuci sebagaimana air liur anjing, tentu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam akan menjelaskan kepada Abu Tsa'labah ketika dia bertanya dan tidak menunda penjelasannya.

Namun dalam hadits di atas, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam hanya memerintahkan untuk mencuci sampai bersih, tanpa ada perintah secara spesifik untuk dicuci sebanyak tujuh kali dan salah satunya dicampur dengan tanah (debu).

Saat menanggapi para ulama yang menyamakan najis kulit babi dengan air liur anjing, Syekh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah berkata:

وهذا قياس ضعيف ؛ لأن الخنزير مذكور في القرآن ، وموجود في عهد النبي صلى الله عليه وسلم ، ولم يرد إلحاقه بالكلب ، فالصحيح أن نجاسته كنجاسة غيره ، لا يغسل سبع مرات إحداها بالتراب

"(Menyamakan kulit babi dengan air liur anjing) adalah qiyas (analogi) yang lemah. Karena babi telah disebutkan dalam Alquran dan sudah ada di zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Namun tidak terdapat keterangan yang menyamakan babi dengan anjing. Oleh karena itu, yang tepat, status najis babi adalah sama dengan benda najis lainnya. Tidak perlu dicuci sampai tujuh kali dan salah satunya dicampur dengan tanah." (Asy-Syarhul Mumthi', 1/356) 

Syekh Abdullah bin Shalih Al Fauzan berkata ketika menjelaskan hadits tentang tata cara membersihkan najis air liur anjing di atas:

"Berbilangnya pencucian (sampai tujuh kali) hanya khusus untuk najis anjing dan tidak bisa di-qiyas-kan dengan najis lainnya, seperti babi. Karena ibadah bersifat tauqifiyyah (berdasarkan dalil dari Alquran atau As-Sunnah). Ini adalah masalah yang tidak bisa dijangkau oleh akal dan qiyas. Tidak terdapat keterangan pada selain najis anjing, berbilangnya proses pencucian. Babi telah disebutkan di dalam Alquran dan sudah ada di zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Namun tidak terdapat keterangan yang menyamakannya (dengan anjing). Oleh karena itu, status najis babi adalah sama seperti najis lainnya."

"Adapun najis lainnya (selain anjing), maka yang wajib adalah dicuci sekali yang menghilangkan dzat najis dan bekasnya. Jika belum hilang, maka bisa diulangi, sampai hilang bekasnya, meskipun sampai lebih dari tujuh kali. Baik yang dicuci tersebut adalah tanah, pakaian, alas tidur, dan wadah. Ini adalah pendapat jumhur (mayoritas ulama). Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:

إِذَا أَصَابَ ثَوْبَ إِحْدَاكُنَّ الدَّمُ مِنَ الحَيْضَةِ فَلْتَقْرُصْهُ، ثُمَّ لِتَنْضَحْهُ بِمَاءٍ، ثُمَّ لِتُصَلِّي فِيهِ

"Jika (pakaian) salah seorang di antara kalian terkena darah haid, maka percikilah dengan air, lalu dicuci, setelah itu silakan gunakan untuk sholat.' (HR Bukhari nomor 277 dan Muslim: 291)

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak memerintahkan untuk dicuci dengan bilangan tertentu. Jika beliau menghendakinya, tentu akan beliau sebutkan sebagaimana dalam hadits air liur anjing. Karena tujuannya adalah hilangnya najis, maka jika najis hilang, hilang pula status (hukum) najisnya." (Minhatul 'Allaam fi Syarhi Bulughil Maraam, 1/55) 

Kesimpulan:

1. Membersihkan najis babi cukup dicuci sekali sampai bersih. Tidak ada ketentuan dicuci sebanyak bilangan tertentu. Jika najisnya hilang, maka sudah cukup. Ini adalah pendapat mayoritas (jumhur) ulama dan inilah pendapat yang lebih kuat (rajih).

2. Sebagian kecil ulama, di antara para ulama Madzhab Asy-Syafi'i, menyamakan cara membersihkan babi dengan air liur anjing, yaitu dicuci sebanyak tujuh kali dan salah satunya dicampur tanah. Pendapat (qiyas) ini lemah dan bertentangan dengan hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Tsa'labah Al-Khusyani radhiyallahu 'anhu.

Demikian penjelasan dari pertanyaan: Apakah membersihkan wadah bekas najis babi harus memakai tanah? Wallahu a'lam

(Hantoro)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement