Seorang manusia jika melanggar hak Allah Subhanahu wa Ta'ala , maka akan berurusan dengan-Nya. Adapun jika seseorang mengabaikan hak orang lain, bisa jadi dia berurusan dengan seseorang yang memiliki sifat tidak mudah memaafkan.
Ghibah tidak hanya melanggar hak Allah Subhanahu wa Ta'ala, tapi juga melanggar hak dan kehormatan orang yang di-ghibah-i. Allah Ta'ala tidak akan mengampuni pelaku ghibah sebelum orang yang di-ghibah-i memaafkannya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menghinakan dan menyingkap tabir aib orang yang meng-ghibah, di dunia maupun di akhirat. Tidak hanya itu, ghibah merupakan perbuatan yang dapat menghapus amalan. Amalan baik pelaku ghibah akan berpindah kepada orang yang dia ghibah, sedangkan dosa-dosa korban ghibah-nya akan berpindah kepadanya (peng-ghibah).
Oleh karena itu, ghibah sangatlah berbahaya. Maka hendaknya seseorang agar senantiasa waspada terhadap diri sendiri, agar tidak terjerumus dalam perbuatan yang diharamkan. Adapun jika sudah terlanjur terjatuh ke dalamnya maka hendaknya bersegera untuk bertaubat.
Imam Nawawi berkata di dalam Al-Adzkar: ”Ketahuilah bahwasanya ghibah itu sebagaimana diharamkan bagi orang yang menggibahi, diharamkan juga bagi orang yang mendengarkannya dan menyetujuinya.
Maka wajib bagi siapa saja yang mendengar seseorang mulai menggibahi (saudaranya yang lain) untuk melarang orang itu, kalau dia tidak takut kepada mudhorot yang jelas. Dan jika dia takut kepada orang itu, maka wajib baginya untuk mengingkari dengan hatinya dan meninggalkan majelis tempat ghibah tersebut jika hal itu memungkinkan.
Wallahu a'lam bisshawab.
(Hantoro)