APAKAH bisa Puasa Rajab Digabung dengan Qadha Ramadhan? Hal ini terkadang menjadi salah satu pertanyaan bagi umat Muslim. Adapun bulan Rajab setan-setan dilempari dan dikutuk supaya tidak mengganggu atau menggoda orang-orang saleh dan salehah. Hal itu menjadikan bulan ini istimewa bagi umat Islam.
Kemudian untuk menghargai bulan Rajab, setiap Muslim dianjurkan menjalankan amalan-amalan sunah, contohnya puasa Rajab. Tentunya menjalankan puasa akan melipatkan pahala.
Lantas apakah bisa Puasa Rajab Digabung dengan Qadha Ramadhan?Menjawab pertanyaan tersebut, Wakil Ketua Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU), KH Sirril Wafa mengatakan hukumnya mubah atau boleh.
"Boleh, tapi yang diutamakan puasa qadhanya. Puasa qadha sebagai niat utama, sementara puasa sunah Rajab sebagai niat keduanya (yang mengikutinya)," ujarnya
Sementara itu Ketua Ikatan Sarajana Quran dan Hadist Ustadz Fauzan Amin menuturkan, wajib mendahulukan sesuatu yang hukumnya memang diwajibkan, misalnya melaksanakan puasa qadha atau puasa Ramadan yang sempat ditinggalkan dan hendak ditunaikan pada Rajab.
"Wajib mendahulukan perintah wajib daripada perintah sunah. Puasa qadha hukumnya wajib, dan jika tidak dilakukan dosa. Sementara puasa Rajab hukumnya sunah, jika ditinggal tidak dosa," ucapnya kepada Okezone.
Lebih lanjut, kata dia, jika keduanya digabungkan antara puasa sunah Rajab dan puasa qadha, hukumnya sah apabila dilakukan dengan niat berpuasa secara mutlak.
“Artinya tidak disyaratkan ta’yin (menentukan jenis puasanya). Contoh berniat 'Aku niat puasa karena Allah' tidak perlu ditambahkan karena melakukan kesunahan puasa Rajab," terangnya.
Sementara itu, qadha puasa tetap wajib berniat di malam hari (sebelum subuh) sebagaimana kewajiban dalam puasa Ramadhan. Puasa wajib harus ada niat pada malam hari sebelum subuh, berbeda dengan puasa sunnah yang boleh berniat di pagi hari.
Dari Hafshah Ummul Mukminin radhiyallahu ‘anha, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ
"Barang siapa yang tidak berniat di malam hari sebelum fajar, maka tidak ada puasa untuknya." (HR Abu Dawud nomor 2454; Tirmidzi: 730; An-Nasa'i: 2333; dan Ibnu Majah: 1700. Lihat Al-Minhah Al-‘Allam fii Syarh Al-Bulugh Al-Maram, 5:18-20).
Niat puasa cukup diungkapkan dalam hati, tidak perlu diucapkan. Niat sendiri berarti al-qashdu atau keinginan.
Niat puasa berarti keinginan untuk berpuasa. Letak niat adalah di dalam hati, tidak cukup dalam lisan, tidak disyaratkan melafadzkan niat. Jadi, niat di dalam hati saja sudah teranggap sahnya.
Wallahu a'lam bisshawab.
(Rina Anggraeni)