Lalu bagaimana jika Muslim dan Muslimah ingin menyapa orang yang tidak seiman dan sekeyakinan?
Buya Anwar Abbas mengatakan, dikarenakan tidak ada contoh dan tuntunannya yang jelas dan tegas yang diberikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam, maka kita harus melakukan ijtihad.
Dalam berijtihad tersebut yang harus menjadi pedoman adalah bagaimana caranya supaya dalam menyampaikan salam tersebut jangan sampai merusak akidah dan keyakinan diri sendiri sebagai Muslim dan Muslimah.
Maka itu, imbuh dia, salah satu hal yang harus dijaga dalam menyampaikan salam dengan cara tidak mempersekutukan Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena Dia sangat marah dan murka kepada orang-orang yang mempersekutukan-Nya.
Untuk itu, salam yang paling aman secara syar'iyyah untuk kita ucapkan kepada orang non-Muslim adalah salam yang tidak merupakan ibadah dan ataupun tradisi dari pemeluk agama lain tersebut.
"Contohnya adalah salam-salam yang juga sudah biasa diucapkan oleh warga bangsa di negeri ini seperti selamat pagi, selamat siang, dan selamat malam, dan/atau salam sejahtera untuk kita semua. Meskipun di dalamnya tetap terkandung doa, tetapi secara syari orang yang mengucapkannya sudah terhindar dari mempersekutukan Allah Subhanahu wa Ta'ala," ungkapnya.
"Oleh karena itu, jika kita bicara tentang fatwa Majelis Ulama Indonesia yang terkait dengan masalah salam lintas agama, itu konteksnya sudah jelas untuk menjaga akidah dan agama dari umat Islam sendiri agar mereka tidak terseret kepada hal-hal yang tidak disukai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala," tegasnya.