Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Ijtima Ulama MUI Larang Salam Lintas Agama, Muhammadiyah: Untuk Menjaga Akidah Umat Islam

Hantoro , Jurnalis-Kamis, 13 Juni 2024 |11:28 WIB
Ijtima Ulama MUI Larang Salam Lintas Agama, Muhammadiyah: Untuk Menjaga Akidah Umat Islam
Ilustrasi tanggapan Muhammadiyah terkait Ijtima Ulama larang salam lintas agama. (Foto: Shutterstock)
A
A
A

IJTIMA Ulama MUI mengeluarkan fatwa larangan salam lintas agama. Dijelaskan bahwa salam lintas agama bukan bentuk toleransi yang dibenarkan dalam ajaran agama Islam.

Terkait hal ini, Ketua PP Muhammadiyah KH Anwar Abbas memberikan pandangannya. Ia menyatakan Pancasila adalah falsafah bangsa Indonesia. Pancasila merupakan sumber nilai dan sumber segala hukum di Indonesia.

Ketua PP Muhammadiyah KH Anwar Abbas. (Foto: Istimewa/Okezone)

"Ini artinya kalau kita ingin membuat dan membangun sistem nilai dan hukum di negeri ini maka hal demikian wajiblah kita buat dan bangun dengan berlandaskan Pancasila, di mana sila pertamanya adalah Ketuhanan yang maha esa," ungkapnya dalam keterangan yang diterima Okezone, Kamis (14/6/2024).

Ia menerangkan, sila pertama Pancasila dalam sistem nilai dan hukum nasional Indonesia haruslah menjadi acuan utama dan pertama. Hal ini sesuai amanat konstitusi seperti yang terdapat dalam Pasal 29 Ayat (1) UUD 1945 yang mengatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan yang maha esa.

Dia melanjutkan, di dalam Ayat (2) dari Pasal 29 tersebut dikatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agama serta kepercayaannya itu.

"Jadi dari Pasal 29 Ayat (1) dan (2) ini sudah jelas bahwa sebagai warga bangsa kita tidak boleh mengabaikan ketentuan dari ajaran agama, dan juga setiap penduduk dan warga negara di negeri ini juga dijamin kebebasannya untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu," jelas Buya Anwar Abbas –sapaan akrabnya– yang juga pengamat sosial, ekonomi, dan keagamaan.

Ia memaparkan, dalam hal yang terkait salam, menurut ajaran Islam, salam merupakan ibadah. Oleh karena itu, jika seorang Muslim dan Muslimah ingin menyapa serta memberi salam orang yang seiman dan sekeyakinan dengannya maka Islam telah menyuruh umatnya untuk mengucapkan salam yang bunyinya "Assalamu alaikum warohmatullahi wabarakatuh". 

Lalu bagaimana jika Muslim dan Muslimah ingin menyapa orang yang tidak seiman dan sekeyakinan?

Buya Anwar Abbas mengatakan, dikarenakan tidak ada contoh dan tuntunannya yang jelas dan tegas yang diberikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam, maka kita harus melakukan ijtihad.

Dalam berijtihad tersebut yang harus menjadi pedoman adalah bagaimana caranya supaya dalam menyampaikan salam tersebut jangan sampai merusak akidah dan keyakinan diri sendiri sebagai Muslim dan Muslimah.

Maka itu, imbuh dia, salah satu hal yang harus dijaga dalam menyampaikan salam dengan cara tidak mempersekutukan Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena Dia sangat marah dan murka kepada orang-orang yang mempersekutukan-Nya.

Untuk itu, salam yang paling aman secara syar'iyyah untuk kita ucapkan kepada orang non-Muslim adalah salam yang tidak merupakan ibadah dan ataupun tradisi dari pemeluk agama lain tersebut.

"Contohnya adalah salam-salam yang juga sudah biasa diucapkan oleh warga bangsa di negeri ini seperti selamat pagi, selamat siang, dan selamat malam, dan/atau salam sejahtera untuk kita semua. Meskipun di dalamnya tetap terkandung doa, tetapi secara syari orang yang mengucapkannya sudah terhindar dari mempersekutukan Allah Subhanahu wa Ta'ala," ungkapnya.

"Oleh karena itu, jika kita bicara tentang fatwa Majelis Ulama Indonesia yang terkait dengan masalah salam lintas agama, itu konteksnya sudah jelas untuk menjaga akidah dan agama dari umat Islam sendiri agar mereka tidak terseret kepada hal-hal yang tidak disukai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala," tegasnya. 

Buya Anwar Abbas membeberkan, jika seorang Muslim atau Muslimah akan memberikan salam di depan orang banyak atau publik di mana yang hadir di situ ada orang Islam dan non-Islam maka bentuk ucapan salam yang baik dan benar dari orang yang beragama Islam yaitu dengan mengucapkan kata-kata "Assalamu 'alaikum warohmatullahi wabarakatuh" untuk orang yang beragama Islam.

Sementara untuk menyapa orang yang tidak beragama Islam, lanjut dia, dengan mengucapkan kata-kata selamat pagi/siang/sore dan/atau dengan mengucapkan kata-kata salam sejahtera untuk kita semua.

Hal ini perlu diperjelas dan dipertegas agar jangan sampai terjadi karena alasan ingin menegakkan Pancasila dan toleransi di antara umat lalu menyampaikan salam dari semua agama yang ada yang diakui di negeri ini.

Ini penting untuk dipahami dengan baik karena jiwa dan semangat yang terkandung dalam Pasal 29 Ayat (1) dan (2) UUD 1945 tersebut bagaimana masing-masing kita sebagai penduduk dituntut untuk menjadi orang yang baik yang tunduk serta patuh dengan ajaran agama masing-masing.

Untuk itu supaya terbangun hubungan yang baik di antara manusia yang sama dan/atau berbeda agama dan keyakinannya maka sapalah mereka dengan salam yang tidak akan merusak akidah dan keyakinan masing-masing.

"Demikianlah seharusnya sebagai insan Pancasilais kita mengimplementasikan Pancasila tersebut dalam kehidupan sehari-hari di mana kita harus menghormati agama kita sendiri dan agama dari orang lain. Mengucapkan salam dalam bentuk salam lintas agama jelas tidak sesuai jiwa dan semangatnya dengan amanat dari konstitusi yang seharusnya sama-sama kita junjung tinggi," pungkasnya.

Wallahu a'lam bisshawab

(Hantoro)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement