JAKARTA - Kisah Nabi Muhammad Saw sebelum menikah dengan Khadijah menarik disimak. Nabi Muhammad mendapatkan kepercayaan dari seorang wanita terkemuka Makkah, Khadijah binti Khuwailid.
Melansir laman Muhamamdiyah, Senin (28/10/2024), sebelumnya Nabi Muhammad Saw bekerja sebagai penggembala di daerah Bani Sa'd, Mekkah. Ia menggembala domba-domba di pegunungan, menjalani hari-harinya di alam terbuka, yang mengajarkan ketekunan, kesabaran, serta kedekatan dengan alam.
Profesi ini memang sederhana, tapi sangatlah penting dalam membentuk karakter beliau yang kuat dan penuh kasih sayang, sekaligus melatih tanggung jawab dan ketekunan.
Pada usia 25 tahun, Muhammad Saw mendapatkan kepercayaan dari Khadijah. Khadijah dikenal sebagai pengusaha yang sukses, dengan latar belakang keluarga pedagang kaya yang berhasil mempertahankan kekayaan serta pengaruh di masyarakat Quraisy.
Meski hidup di masyarakat yang patriarkal, Khadijah mampu mengelola dan memperluas bisnis keluarganya dengan cakap. Selain dikenal sebagai pengusaha sukses, Khadijah juga terkenal karena kemurahan hatinya dan kepeduliannya terhadap sesama. Beliau dijuluki “Putri Quraisy” dan “Sang Suci” karena kejujuran dan kedermawanannya.
Meski Khadijah tidak pernah turut serta dalam perjalanan dagang, ia mempercayakan bisnisnya pada para perwakilan yang diupah dengan imbalan tertentu. Pada 595 M, ia membutuhkan seseorang untuk mewakili perdagangannya ke Suriah, dan nama Muhammad Saw direkomendasikan oleh Abu Thalib, paman beliau.
Nabi Muhammad Saw dikenal dengan julukan Al-Amin (yang tepercaya) dan Al-Shadiq (yang jujur), kualitas yang jarang ditemui di kalangan pedagang pada masa itu. Walaupun Muhammad Saw belum berpengalaman penuh, ia telah dua kali menemani Abu Thalib dalam perjalanan dagang, yang memberikan pengalaman awal tentang seluk-beluk perdagangan.
Saat ditawarkan, Muhammad Saw pun setuju untuk menjalankan tugas tersebut, dengan ditemani Maisarah, pelayan Khadijah. Selama perjalanan itu, Maisarah menyaksikan banyak kepribadian luhur Nabi Muhammad Saw, yang membuatnya kagum.
Saat Muhammad Saw kembali ke Makkah, hasil usaha beliau memberi keuntungan lebih besar dari biasanya bagi Khadijah. Selain keuntungan, Khadijah mendengar cerita tentang ketulusan, kejujuran, dan kesantunan Muhammad Saw. Hal ini membuat Khadijah semakin tertarik untuk mengenalnya lebih jauh.
Khadijah akhirnya mengutus temannya, Nafisah, untuk menyampaikan minatnya untuk menikahi Muhammad Saw. Ketika kabar itu disampaikan, Muhammad Saw menerima tawaran tersebut dengan penuh suka cita. Pertemuan keluarga kemudian diadakan, dan Hamzah, paman Muhammad Saw, mewakili beliau untuk berbicara dengan Amr ibn Asad, paman Khadijah, guna menyepakati pernikahan.
Pernikahan antara Muhammad Saw dan Khadijah bukan hanya ikatan antara dua insan, tapi menjadi fondasi penting dalam kehidupan Nabi Muhammad Saw. Khadijah menjadi pilar yang senantiasa mendampingi dan mendukung beliau, terutama ketika masa-masa kenabian datang, menghadapi tantangan berat dari masyarakatnya.
Saat Khadijah wafat, Nabi Muhammad Saw merasakan kesedihan yang mendalam karena kehilangan seorang istri yang luar biasa, penuh cinta, dan tak tergantikan. Dukungan Khadijah sangat berperan dalam kesuksesan dakwah beliau, terutama pada masa awal perjuangan Islam yang penuh tantangan.
(Erha Aprili Ramadhoni)