Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Kisah Amoy Masuk Islam, Awalnya Sempat Benci Azan hingga Kini Buka Pengajian Mualaf

Aisha Ardhany Wahyuningtyas , Jurnalis-Jum'at, 29 November 2024 |13:51 WIB
Kisah Amoy Masuk Islam, Awalnya Sempat Benci Azan hingga Kini Buka Pengajian Mualaf
Kisah Amoy masuk Islam, awalnya benci azan hingga kini buka pengajian mualaf. (Ilustrasi/Ist)
A
A
A

JAKARTA - Seorang perempuan keturunan Tionghoa, Yuli Alim, berbagi pengalamannya saat memutuskan memeluk agama Islam. Ia mengalami perjalanan spiritual luar biasa menuju Islam.

"Nama saya Yuli Alim, saya orang Cina, orang Tionghoa, dulu dipanggilnya Amoy," kata Yuli, mengutip akun Youtube Ngaji Cerdas, Jumat (29/11/2024).

Tinggal di dekat masjid selama dua tahun, ia awalnya merasa terganggu dengan suara azan.

"Dulu, suka keganggu gitu tiap denger suara adzan itu yah, kaya apa sih berisik banget," katanya.

Namun, di usia 17 tahun, sesuatu berubah dalam dirinya. Setiap mendengar azan subuh, ia merasakan kesedihan mendalam, seolah ada yang meninggal. Perasaan ini membuatnya ingin tahu lebih dalam tentang Islam.

"Akhirnya saya lihatin itu orang Islam kan beda yah dari agama saya. Ternyata mereka tuh cuci tangan, cuci kaki, cuci mulut, bajunya putih-putih gitu baru menghadap Tuhannya. Saya pikir di situ inilah agama yang sebenarnya," tutur Yuli.

"Jadilah saya mau masuk agama Islam gitu, tapi diem-diem. Soalnya kan di agama saya kalau agamanya beda sama keluarganya, dianggapnya sudah tiada gitu," lanjutnya.

Keinginannya menjadi mualaf tidak mudah. Saat menemui penghulu, ia ditolak karena masih di bawah umur dan belum memiliki KTP. Amoy akhirnya meminta KTP palsu agar dapat masuk Islam secara resmi.

Setelah mengucapkan dua kalimat syahadat, ia diizinkan tinggal di rumah penghulu selama sebulan untuk belajar sholat, mengaji, dan dasar-dasar Islam.

"Saya dibolehin tinggal sebulan di rumah Pak Penghulu. Dia ngajarin saya shalat, ngajar ngaji, ngajar baca Quran gitu," ujar Yuli.

Masalah baru muncul ketika keluarganya mengetahui keberadaannya. Mereka membawanya pulang, menolak keputusannya, bahkan menyiksanya.

"Jadi saya pulang, terus ditanyain di situ kenapa saya pindah agama Islam. Saya enggak kuat ngomong, saya nangis aja di situ," ucapnya.

Ia mengalami perbuatan tidak menyenangkan dari keluarganya hingga akhirnya hanya bisa pasrah.

"Saya bilang, kalau saya mati pun di sini ya sudahlah enggak apa-apa. Saya juga enggak tau gimana cara mempertahankan agama Islam saya ini. Tapi alhamdulillah, mukjizat Allah itu ada, saya selamat malam itu," tuturnya.

Ia saat itu hanya bisa terus berdoa.

Selama berbulan-bulan, ia mengalami perlakuan tidak menyenangkan.

"Pas saya sudah enggak kuat di situ, saya akhirnya memutuskan untuk lari dari rumah," kata Amoy.

Dalam pelarian dari rumah, ia mencoba mencari pekerjaan. Kemudian ia menikah setahun kemudian dengan seorang lelaki muslim, berharap mendapat bimbingan. Namun, pernikahan itu tidak berjalan baik, hingga bercerai.

"Saya berjodoh habis setahun saya kabur, dia lelaki muslim, saya pikir dia bisa membimbing saya, kenyataannya enggak. Jadi kami bercerai, anak ada 2 enggak tahu deh enggak sama saya," ucapnya.

Dalam keputusasaan, ia mencoba bunuh diri beberapa kali, mulai dari melompat dari jembatan tol, menggantung diri, bahkan meminum cairan pestisida satu kaleng penuh. Semua upaya itu gagal. Amoy koma selama 1 minggu setelah menenggak cairan pestisida tersebut.

"Kawan saya dateng dan pas saya bangun, dia bilang: Kamu kok masih hidup moy, orang mah minum sesendok aja udah mati, lah kamu ga mati-mati. Saya juga bingung kenapa bisa," tutur Bu Yuli yang merasa Allah masih ingin ia hidup di dunia demi beribadah kepada-Nya.

Setelah keluar dari rumah sakit, Amoy kembali bangkit. Ia berjualan nasi pecel di sekolah dan menikah lagi dengan lelaki yang benar-benar membimbingnya dalam Islam.

"Alhamdulillah sekarang saya berjodoh dengan lelaki Islam yang bisa membimbing saya. Namun, dia bekerja di kapal, jadi jarang ketemu," ucapnya.

Dari pengalaman hidupnya yang sulit, ia terinspirasi membuka rumahnya sebagai tempat belajar bagi para mualaf di lingkungannya, dengan mendatangkan ustadzah untuk membantu mereka memahami Islam lebih dalam.

"Saya minta izin ke suami untuk buka pengajian mualaf di rumah, saya panggil ustadzah gitu buat ngajarin saya sama mualaf yang lain. Alhamdulillah boleh dan sekarang masih berjalan," katanya.

(Erha Aprili Ramadhoni)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita muslim lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement