JAKARTA - Ibadah umrah adalah salah satu bentuk ibadah yang sangat diinginkan oleh banyak Muslim. Selain memberikan ketenangan spiritual, umrah juga menjadi kesempatan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Namun, pelaksanaannya harus sesuai dengan syariat Islam, termasuk memperhatikan kondisi tertentu yang mungkin dialami oleh seorang Muslimah, seperti masa iddah.
Masa iddah adalah masa tunggu yang wajib dijalani oleh seorang wanita muslimah setelah perceraian atau kematian suaminya. Dalam periode ini, ada aturan-aturan khusus yang harus diikuti oleh wanita tersebut, termasuk larangan bepergian jauh kecuali dalam keadaan mendesak. Dalam hal ini, muncul pertanyaan: apakah seorang wanita boleh melaksanakan ibadah umrah sebelum masa iddahnya selesai?
Dikutip dari laman NU Online, Minggu (26/1/2025), wanita yang ditinggal wafat oleh suaminya memiliki kewajiban untuk menjalani masa iddah selama 4 bulan 10 hari berdasarkan kalender hijriah. Ketentuan ini ditegaskan dalam firman Allah SWT:
وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ اَزْوَاجًا يَّتَرَبَّصْنَ بِاَنْفُسِهِنَّ اَرْبَعَةَ اَشْهُرٍ وَّعَشْرًا ۚ فَاِذَا بَلَغْنَ اَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا فَعَلْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
Artinya: “Orang-orang yang mati di antara kamu dan meninggalkan istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu dirinya (beriddah) 4 bulan 10 hari. Kemudian, apabila telah sampai (akhir) iddah mereka, tidak ada dosa bagimu (wali) mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka) menurut cara yang patut. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Baqarah: 234).
Kewajiban iddah ini berlaku untuk semua perempuan yang ditinggal wafat suaminya, termasuk yang sedang dalam masa talak raj’i maupun perempuan yang belum pernah bersetubuh dengan suaminya. Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa hikmah dari penetapan masa 4 bulan 10 hari adalah untuk memastikan tidak adanya kehamilan di dalam rahim wanita tersebut.
Selain kewajiban iddah, wanita yang ditinggal wafat suaminya juga diwajibkan menjalani ihdad, yaitu menahan diri dari segala bentuk perhiasan, wewangian, dan pakaian mencolok. Ihdad melarang penggunaan perhiasan seperti emas atau perak, bercelak, serta pewarna tertentu. Larangan ini wajib dipatuhi selama masa iddah untuk menunjukkan penghormatan terhadap masa berkabung.
Dalam masa iddah, seorang wanita dilarang meninggalkan rumah kecuali ada alasan darurat atau uzur syar’i. Hal ini didasarkan pada pendapat para ulama yang menyebutkan bahwa wanita wajib tinggal di tempat masa iddahnya hingga selesai, kecuali jika ada kebutuhan yang mendesak seperti membeli bahan makanan atau kain.
يَجِبُ عَلَى الْمُعْتَدَّةِ مُلَازَمَةُ مَسْكَنِ الْعِدَّةِ، فَلَا تَخْرُجُ إِلَّا لِضَرُورَةٍ أَوْ عُذْرٍ، فَإِنْ خَرَجَتْ، أَثِمَتْ، وَلِلزَّوْجِ مَنْعُهَا، وَكَذَا لِوَارِثِهِ عِنْدَ مَوْتِهِ، وَتُعْذَرُ فِي الْخُرُوجِ فِي مَوَاضِعَ
Artinya: “Wajib bagi wanita yang sedang menjalani masa iddah untuk tetap tinggal di tempat tinggal masa iddahnya. Ia tidak boleh keluar kecuali karena darurat atau uzur. Jika ia keluar tanpa alasan, maka ia berdosa, dan suami (dalam iddah talak) berhak melarangnya. Begitu pula ahli warisnya setelah kematiannya (iddah wafat). Namun, ia diberikan keringanan untuk keluar pada keadaan-keadaan tertentu yang dibolehkan,”(An-Nawawi, Raudlatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: tt], juz IV, halaman 415).
Namun, Syekh Al-Bajuri menegaskan, keluar rumah untuk hal-hal seperti menjenguk orang tua, berdagang, atau mengunjungi makam, termasuk makam suaminya sendiri, tidak dibolehkan selama masa iddah.
Wanita yang menjalani masa iddah dilarang melaksanakan ibadah umrah atau haji jika ihramnya dimulai setelah suaminya wafat. Namun, jika ihram tersebut telah dimulai sebelum masa iddah, maka ia diperbolehkan melanjutkan ibadah tersebut. Syekh Al-Bajuri menjelaskan:
نعم لها الخروج لحج أو عمرة إن كانت أحرمت بذلك قبل الموت أو الفراق ولو بغير إذنه وإن لم تخف الفوات. فإن كانت أحرمت بعد الموت أو الفراق فليس لها الخروج في العدة وإن تحققت القوات. فإذا انقضت عدتها أتمت عمرتها أو حجتها إن بقي وقت الحج وإلا تحللت بعمل عمرة وعليها القضاء وعدم الفوات
Artinya: “Ya, diperbolehkan bagi wanita yang sedang iddah keluar rumah untuk melanjutkan haji atau umrah, jika ia telah memulai ihram sebelum suaminya meninggal atau sebelum cerai, meskipun tanpa izinnya, meskipun ia tidak khawatir akan fawat (terlepas kesempatan melakukan haji karena terlambat wukuf di Arafah dan sama sekali tidak sempat melakukannya secara tepat waktu). Namun, jika ia baru memulai ihram setelah kematian suami atau setelah cerai, maka ia tidak diperbolehkan keluar selama masa iddah, meskipun nyata-nyata akan fawat haji.Jika masa iddahnya telah selesai, ia dapat melanjutkan umrah atau hajinya jika waktu haji masih ada. Jika waktu haji telah habis, maka ia menyelesaikan ihramnya dengan melakukan amalan umrah, dan ia wajib mengqadha' hajinya dan wajib membayar dam fawatul haji ,”(Al-Bajuri, Hasyiyah Al-Bajuri, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: t.t], juz II halaman 330).
Kesimpulannya, seorang wanita yang masih dalam masa iddah tidak diperbolehkan melaksanakan ibadah umrah, karena ibadah tersebut tidak termasuk kondisi darurat atau kebutuhan mendesak. Umrah dapat dilakukan kapan saja setelah masa iddah selesai, tanpa melanggar aturan syariat. Oleh karena itu, jadwal keberangkatan umrah sebaiknya ditunda hingga masa iddah berakhir. Wallahualam.
(Erha Aprili Ramadhoni)