JAKARTA - Menunaikan ibadah haji merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mampu, baik laki-laki maupun perempuan. Namun, bagi perempuan, ada pertanyaan khusus yang sering muncul. Apakah diperbolehkan melaksanakan haji saat sedang dalam keadaan haid? Bagaimana pengaruhnya terhadap rangkaian ibadah haji yang harus dilaksanakan?
1. Haid dan Pelaksanaan Ibadah Haji
Perempuan yang sedang haid tetap diwajibkan melaksanakan seluruh rangkaian ibadah haji, kecuali thawaf di Kakbah. Hal ini didasarkan pada hadits dari Aisyah radhiyallahu 'anha yang menceritakan bahwa saat ia mengalami haid dalam perjalanan haji, Rasulullah SAW bersabda:
"Lakukanlah segala sesuatu yang dilakukan oleh orang yang berhaji selain dari melakukan thawaf di Ka'bah hingga engkau suci." (HR. Bukhari No. 305, Muslim No. 1211).
Hadits ini menunjukkan, perempuan yang haid tetap bisa menjalankan wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, melempar jumrah, dan ibadah lainnya. Satu-satunya ritual yang harus ditunda hingga suci adalah thawaf.
Thawaf ifadhah merupakan salah satu rukun haji yang wajib dilaksanakan. Jika seorang perempuan mengalami haid dan waktu tinggal di Makkah terbatas sehingga tidak memungkinkan menunggu hingga suci, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama.
Sebagian ulama membolehkan perempuan tersebut melakukan thawaf dalam keadaan haid karena alasan darurat, sedangkan yang lain menyarankan menunda kepulangan hingga ia suci. Namun, mayoritas ulama menyatakan bahwa thawaf dalam keadaan haid tidak sah karena bersuci adalah syarat sah thawaf.
Rasulullah SAW bersabda:
"Orang yang sedang haid tidak boleh melakukan salat dan tidak boleh thawaf di Ka'bah." (HR. Bukhari No. 1650, Muslim No. 2974).
Dari hadits ini, jelas bahwa perempuan yang haid tidak boleh melakukan thawaf, termasuk thawaf ifadhah, hingga ia benar-benar suci.
Berbeda dengan thawaf ifadhah yang wajib, thawaf wada' (thawaf perpisahan) diberikan keringanan bagi perempuan yang sedang haid. Dalam hadits disebutkan: