JAKARTA - Saat masih usia belia, Nabi Muhammad SAW telah menggembala kambing. Ia menjadi penggembala kambil milik orang Mekkah.
Diketahui, sedari kecil Nabi Muhammad SAW telah ditinggal kedua orang tuanya. Setelah yatim piatu, Nabi Muhammad SAW diasuh oleh sang kakek yakni Abdul Muthalib.
Namun tak lama, sang kakek meninggal dunia. Ia kemudian dirawat padamanyya yakni Abu Thalib.
Saat itu, ekonomi sang paman tidaklah mapan. Terlebih pamannya memiliki sejumlah anak.
Kondisi ini membuat Nabi Muhammad SAW menyadari ekonomi pamannya. Ia kemudian meminta izin kepada paman dan bibinya, yakni Fatimah binti Asad, untuk bekerja menggembala kambing milik orang Mekkah. Niatan Muhammad saat itu awalnya ditolak paman dan bibinya. Hal itu karena usia Nabi Muhammad SAW masih sangat muda.
Hingga akhirnya, Nabi Muhammad SAW direstui paman dan bibi. Setidaknya, ada tiga hal Muhammad kecil memberanikan diri untuk melakukan pekerjaan tidak ringan itu.
Pertama, Nabi Muhammad SAW merasa prihatin dengan kondisi ekonomi keluarga paman yang merawatnya sedang tidak membaik. Dengan menggembala kambing, ia berharap bisa sedikit meringankan ekonomi pamannya. Anak sekecil Muhammad, tapi kepeduliannya begitu besar. Masa-masa yang seharusnya mendapat kasih sayang kedua orang tua dan menikmati masa belia untuk bermain sebagaimana anak seusianya, Ia justru hidup yatim papa, bahkan harus membantu ekonomi keluarga pamanda.
Kedua, menggembala kambing tidak perlu modal. Cukup modal tenaga saja. Nabi Muhammad cukup menawarkan jasa kepada orang-orang Arab untuk menggembalakan kambingnya. Bagi Rasulullah kecil yang belum punya penghasilan apapun, pekerjaan itu merasa sangat cocok baginya.
Ketiga, seperti anak kecil pada umumnya, Nabi Muhammad senang berada di alam bebas. Ia bisa bekerja sambil bermain. Menikmati semilir angin lepas kota Mekah, menatapi semesta yang begitu luas, dan rangkaian bintang di angkasa kala malam menyelimuti Kota Mekkah.
Melansir laman NU, Kamis (9/10/2025), Nabi Muhammad SAW sudah Allah persiapkan untuk menjadi seorang nabi, seorang utusan Allah yang akan menyebarkan ajaran-Nya, dan seorang Nabi Akhir Zaman. Allah ingin mendidik jiwa kepemimpinan (leadership) pada sang Nabi.
Seorang penggembala kambing adalah pemimpin yang memiliki tanggung jawab besar terhadap kambing-kambing gembalanya. Bagaimana supaya saat pulang jumlah kambing tetap utuh. Bagaimana supaya setiap kambing terjamin kenyang dengan rumput di tanah penggembalaan, sebisa mungkin sang penggembala berbuat adil. Kambing-kambing itu adalah replika rakyat yang akan dipimpinnya.
Dengan terbiasa melakukan hal demikian, harapannya, Nabi Muhammad ketika sudah diutus menjadi nabi juga mampu berbuat adil dan bijak kepada rakyatnya. Sebagaimana ia telah belajar berbuat adil saat menggembala terhadap hewan-hewannya. Nabi Muhammad dewasa akan menjadi pemimpin yang mengemban misi risalah dan harus bisa mengatur regulasi pemerintahan yang dipimpinnya.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dijelaskan, Rasulullah SAW pernah bersabda:
مَا بَعَثَ اللَّهُ نَبِيًّا إِلاَّ رَعَى الْغَنَمَ. فَقَالَ أَصْحَابُهُ: وَأَنْتَ؟ فَقَالَ: نَعَمْ كُنْتُ أَرْعَاهَا عَلَى قَرَارِيطَ لأَهْلِ مَكَّةَ.
Artinya: “Tidaklah Allah mengutus seorang nabi kecuali menggembala kambing.” Sahabat lantas bertanya, “Apakah engkau juga demikian?” Rasulullah menjawab, “Iya, dulu aku menggembala kambing milik orang Mekah dengan upah beberapa qirath.”
Maksud qirath dalam hadis tersebut adalah sebagian dari dirham, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnu Hajar (lihat Fathul Bari, juz 6, hal 28). Sementara menurut salah satu pakar sirah Nabi modern yang populer, Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, menjelaskan bahwa nilai qirath setara dengan 1/20 dinar atau sekitar 10 Riyal Saudi masa kini (lihat Raudlatul Anwar, hal 13).
Ibnu Hajar menjelaskan, hikmah para nabi menggembala kambing adalah sebagai bentuk pembekalan skill untuk mengurus umat kelak. Pekerjaan ini akan menempa sifat hilm dan penyayang.
Mereka bersabar mengumpulkan kawanan kambing, memindahkan dari satu tempat gembalaan ke tempat lain, menjaga kawanan kambing dari bahaya hewan buas dan pencuri, mengetahui perbedaan tabiat, tahu bahwa kawanan kambing muda berpencar padahal mereka lemah, dan tahu bahwa kambing gembalanya memerlukan perawatan. (lihat Fathul Bari, juz 4, hal 441)
Dengan demikian, lanjut Ibnu Hajar, mampu mendidik nabi sifat sabar dalam memimpin umat, mengetahui beragam karakter dan tingkatan pemikiran tiap-tiap rakyat. Mampu meredam konflik, mengasihi yang lemah dan bisa mengayomi dengan baik. Tentu beban-beban nabi yang berat ini akan menjadi ringan jika sudah terbiasa sejak dini (saat menggembala). (lihat Fathul Bari, juz 4, hal 441)
Wallahualam
(Erha Aprili Ramadhoni)