Seseorang yang mengonsumsi makanan haram bisa membuatnya sulit untuk menerima ilmu, hikmah, dan ketika sudah mendapatkannya malah menjadi lupa. Tidak hanya itu, kejernihan pikiran dan kenikmatan dalam berzikir pun sulit diraih. Syekh As-Sya’rani mengungkapkan:
وَمِنْ مَفَاسِدِ أَكْلِ الحَرَامِ اِسْتِحَالَتُهُ نَارًا، فَيَذْهَبُ شَجِيَّةَ الفِكْرِ وَلَذَّةَ الذِّكْرِ، وَيُحْرِقُ نَبَاتَ إِخْلَاصِ النِّيَّاتِ، وَيُعْمِي البَصِيرَةَ، وَيُظْلِمُ البَصَرَ، وَيُوهِنُ الدِّينَ وَالبَدَنَ وَالعَقْلَ، وَيُورِثُ الغَفْلَةَ وَالنِّسْيَانَ، وَيَمْنَعُ مِنْ ذَوْقَاتِ الحِكَمِ وَالمَعَارِفِ
Artinya: “Di antara kerusakan akibat memakan makanan haram adalah makanan itu berubah menjadi api yang akan menghilangkan kejernihan pikiran dan kenikmatan berzikir, membakar tumbuhan ikhlas dalam niat, membutakan pandangan batin, menggelapkan penglihatan, melemahkan agama, tubuh, dan akal, menumbuhkan kelalaian dan lupa, serta menghalangi seseorang dari merasakan hikmah dan pengetahuan." (Syekh Asy-Sya‘rani, Al-Minahus Saniyyah, h. 7)
Terkait dampak ini, Imam Sufyan Ats-Tsauri punya pengalaman sendiri. Ketika mengonsumsi makanan yang status halalnya jelas, ia mampu memahami 70 bab ilmu. Sebaliknya, ketika ia berkunjung ke rumah seseorang dan mengonsumsi makanan yang tidak diketahui status halalnya, ia sulit menerima satu pun bab ilmu meskipun telah mengulanginya beberapa kali.
Wallahualam
(Erha Aprili Ramadhoni)