JAKARTA – Menabrak kucing atau hewan lain saat sedang berkendara di jalan kerap menimbulkan kekhawatiran dan rasa bersalah. Padahal, insiden ini bukanlah sesuatu yang disengaja dan bisa dikatakan sebagai musibah.
Lantas, bagaimana pandangan Islam menyikapi kejadian seperti ini? Berikut penjelasannya.
Dalam syariat Islam, hukum segala perbuatan sangat bergantung pada niat dan kesengajaan pelakunya. Para ulama sepakat bahwa jika seseorang menabrak kucing secara tidak sengaja—misalnya karena hewan tersebut tiba-tiba melintas dan pengendara tidak sempat menghindar—maka pelakunya tidak berdosa.
Islam adalah agama yang tidak membebani umatnya di luar batas kemampuannya, termasuk dalam kejadian kecelakaan yang berada di luar kendali manusia.
Dalil utama yang menjadi landasan hal ini adalah firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Al-Ahzab ayat 5, yang menegaskan bahwa ketidaksengajaan tidak dicatat sebagai dosa:
وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَآ أَخْطَأْتُم بِهِۦ وَلَٰكِن مَّا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
Wa laisa ‘alaikum junāḥun fīmā akhtha’tum bihī wa lākin mā ta‘ammadat qulūbukum, wa kānallāhu gafụran raḥīmā.
Artinya: “Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 5)
Ayat ini memberikan kejelasan bahwa Allah SWT melihat “apa yang disengaja oleh hati”. Jika pengemudi sudah berhati-hati dan menaati aturan lalu lintas, namun takdir berkata lain sehingga kucing tersebut tertabrak, maka ia bebas dari dosa membunuh hewan.
Hal ini berbeda dengan hukum bagi orang yang dengan sengaja menyakiti hewan.
Meski tidak berdosa, Islam tetap mengajarkan adab yang mulia. Jika Anda tidak sengaja menabrak kucing hingga mati, dianjurkan untuk berhenti sejenak dan mengurus bangkainya. Mengubur kucing tersebut bukanlah ritual untuk menolak bala, melainkan bentuk menyingkirkan gangguan (imaathatul adza) dari jalan agar bangkai tersebut tidak mengganggu pengguna jalan lain dan tidak menyebarkan penyakit.
Jika kucing tersebut ternyata hewan peliharaan seseorang dan memiliki kalung identitas, maka secara fiqih, penabrak dianjurkan untuk meminta maaf atau mengganti kerugian (dhaman) kepada pemiliknya jika diminta, sebagai bentuk tanggung jawab sesama manusia.
Wallahu a‘lam.
(Rahman Asmardika)