Mengenal Maimunah Binti Harist, Istri Rasulullah yang Terakhir

Viola Triamanda, Jurnalis
Rabu 13 November 2019 15:09 WIB
Padang pasir (Foto: Trendland)
Share :

Rasulullah SAW merupakan rasul terakhir utusan Allah SWT. Beliau memiliki sejumlah istri yang ikut membantunya berjuang menyebarkan agama Islam.

Maimunah Binti Harist merupakan Istri Rasulullah SAW yang terakhir. Kebanyakan umat Islam mengenal Khadijah istri pertama Rasulullah, namun kali ini Okezone ingin mengisahkan istrinya yang terakhir.

 

Dikutip dari Buku 39 Tokoh Wanita Pengukir Sejarah Islam, As-Suhaili R.A. menceritakan, "Ketika utusan yang membawa kabar gembira berupa lamaran bagi Maimunah yang pada saat itu ia sedang berada di atas unta, Maimunah menjatuhkan dirinya bersama orang yang berada di atas unta itu sambil mengatakan: “Unta beserta apa yang menunggang di atasnya adalah milik Rasulullah SAW."

Maimunah binti Harits, Ummul Mukminin dan istri terakhir dari sang penutup para nabi yakni Muhammad SAW adalah seorang sayyidah yang wara', istri yang pecinta, bijak, teguh, dan kanaah. Semoga Allah meridhainya beserta semua Ummahatul Mukminin.

Nasab dan nama asli Maimunah binti Hârits adalah Barrah binti Hârits ibn Huzn ibn Bujair ibn Hazm ibn Ruwaibah ibn Abdillah ibn Hilal ibn 'Amir ibn Sha'sha'ah al-Hilâliyyah. Saudari kandungnya adalah Ummul Fadhal Lubabah al-Kubra binti Hârits, istri Abbas ibn Abdul Muththalib dan ibu dari anak-anak Abbas.

Tahun demi tahun terus berjalan. Tujuh tahun pun berlalu semenjak Rasulullah dan para sahabat meninggalkan Kota Makkah al-Mukarramah, hijrah ke Madinah. Sampai akhirnya, terjadilah Perjanjian Hudaibiyah ketika Nabi memerintahkan kaum muslimin untuk bersiap pergi ke Makkah demi menunaikan haji dan umrah.

Rasulullah sudah berada di atas untanya yang diikuti oleh dua ribu penunggang kuda dari kaum Muhajirin dan Anshar. Mereka berjalan dengan penuh kerinduan dan semangat untuk menjemput pahala haji di rumah tertua yang di dalamnya Allah disembah. Perbatasan Makkah pun sudah tampak.

Muslimin menggemakan suara talbiyah kepada Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Semua wajah tampak ceria, semua hati dipenuhi ketenangan, dan semua dada terasa lapang.

Itu adalah pertama kalinya bagi kaum Muhajirin dan Anshar serta para tokoh Quraisy bergerak menuju Makkah dengan kiblat yang sama, suara talbiyah yang bergemuruh, dan mereka semua mengumandangkan syahadat dengan lisan maupun hati:

"La laha illallah wa anna Muhammadan 'abduhu wa rasüluhu."

Sambil memegangi kekang unta Rasulullah, Abdullah ibn Rawahah melantunkan syair gubahannya :

Singkirkanlah para kafir dari jalannya

Menyingkirlah, segala kebaikan pada Rasul-Nya

Wahai Tuhan, aku sungguh beriman dengan firman-Nya

Aku tahu hak Allah dalam menerimanya."

Rasulullah dan para sahabat telah memasuki Kota Makkah dengan kumandang tahlil, berbaur dengan kegembiraan dan perasaan aman. Itu semua setelah para kafir musyrik menyingkir.

Mereka memasuki kota ini dengan ihram dan ibadah dalam melaksanakan firman Allah SWT:

قَدْ صَدَقَ اللَّهُ رَسُولَهُ الرُّؤْيَا بِالْحَقِّ ۖ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ مُحَلِّقِينَ رُءُوسَكُمْ وَمُقَصِّرِينَ لَا تَخَافُونَ ۖ فَعَلِمَ مَا لَمْ تَعْلَمُوا فَجَعَلَ مِنْ دُونِ ذَٰلِكَ فَتْحًا قَرِيبًا

Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, Insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan Dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat. (QS. Al-Fath 27)

Rasulullah SAW segera melakukan thawaf mengelilingi Kakbah hingga gunung-gunung dan lembah-lembah Makkah mengenal kembali doa al-Khalil Ibrahim AS:

رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. (Al-Baqarah: 129)

Thawaf dan doa telah berakhir. Rasulullah SAW menunaikan salat dua rakaat di sisi Maqam Ibrahim. Setelah itu, kaum muslimin beranjak menuju Shafa untuk menunaikan sa'i sebagai pengabadian dan mengenang kisah Sayyidah Hajar, istri Nabi Ibrahim AS, dan putranya, Ismail, ketika didera kehausan di dekat Baitul Haram.

Lautan manusia bergelora di Makkah bersama Rasulullah SAW. Mereka menanti saat-saat kemenangan nyata, yakni tatkala mereka berhasil menalukkan Baitullah dan kembalinya sang penutup para nabi, Rasulullah Muhammad SAW ke negeri tempat kelahirannya.

Para wanita mengawasi semua pemandangan itu dengan pandangan mata sepenuh hati. Ketika itu Sayyidah Maimunah binti Hârits berdiri terdepan karena begitu mendengar suara Abdullah ibn Rawahah, ia segeri berpikir untuk mendapat kehormatan dengan dinikahi oleh Nabi dan menjadi Ummul Mukminin.

Adakah rintangan yang mampu menghalanginya untuk menggapai impian yang selalu terbayang olehnya, baik dalam tidur maupun terjaga itu? Sementara itu, ia adalah saudari Ummul Fadhal, Asma' binti 'Umais, dan Sulma binti Umair yang merupakan saudara-saudara wanita Maimunah yang telah beriman.

la pun membisikkan isi hatinya itu kepada saudara wanitanya, Ummul Fadhal. Ia sampaikan kepada sang saudari tentang keinginannya untuk menjadi istri Rasulullah SAW.

Ummul Fadhal segera pergi untuk menceritakan tentang gejolak jiwa dan keinginan Maimunah binti Hârits yang sering dipanggil Barrah tersebut kepada Abbas, suaminya.

Abbas r.a. pun segera pergi menemui keponakannya, Muhammad SAW, untuk menawarkan agar beliau menikahi Barrah yang telah merelakan diri untuk beliau.

Selanjutnya Allah SWT menurunkan firman-Nya:

Alquran Surat Al-Ahzab Ayat 50

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَحْلَلْنَا لَكَ أَزْوَاجَكَ اللَّاتِي آتَيْتَ أُجُورَهُنَّ وَمَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْكَ وَبَنَاتِ عَمِّكَ وَبَنَاتِ عَمَّاتِكَ وَبَنَاتِ خَالِكَ وَبَنَاتِ خَالَاتِكَ اللَّاتِي هَاجَرْنَ مَعَكَ وَامْرَأَةً مُؤْمِنَةً إِنْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ إِنْ أَرَادَ النَّبِيُّ أَنْ يَسْتَنْكِحَهَا خَالِصَةً لَكَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۗ قَدْ عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ فِي أَزْوَاجِهِمْ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ لِكَيْلَا يَكُونَ عَلَيْكَ حَرَجٌ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

50. Hai Nabi, sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu yang telah kamu berikan mas kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin. Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Abbas kembali menemui Barrah dengan wajah yang tampak berseri. Barrah pun tampak berdebar hatinya karena gembira bercampur dengan kecemasan.

Dari wajah Abbas, ia telah menangkap bahwa Rasulullah menerima dirinya, tetapi ia tetap ingin agar kedua telinganya mendengar secara jelas kabar gembira yang akan keluar dari lisan Abbas tersebut.

Abbas mengatakan bahwa Rasulullah telah memenuhi keinginan Barrah. Seketika itu kebahagiaan menyelimuti segenap jiwa Barrah. Pasalnya, hal ini baginya merupakan kehormatan besar yang tidak ada tandingannya, yakni menjadi Ummul Mukminin saat usianya belum genap 26 tahun.

Hal itu juga merupakan kehormatan bagi ibunya yang sudah renta bahwa setelah putrinya dinikahi oleh Rasulullah, dirinya akan menjadi mertua yang paling mulia di muka bumi ini.

Tiga hari telah berlalu ketika Rasulullah dan para sahabat menyepakati perjanjian Hudaibiyah. Selanjutnya, datanglah dua utusan Quraisy yang meminta Rasulullah segera pergi karena waktu yang disepakati dalam perjanjian itu telah berakhir.

Rasulullah SAW pun menjawab, "Tidak ada masalah bagi kalian untuk membiarkan aku melaksanakan pernikahan di belakang kalian lalu kami buatkan makanan yang kalian akan menghadirinya."

Utusan Quraisy itu menjawab, "Kami tidak membutuhkan makananmu. Jadi, pergilah!"

Rasulullah mengikuti kemauan kaum Quraisy sebagai bentuk pelaksanaan janji. Beliau perintahkan kaum muslimin agar pergi dengan meninggalkan budaknya, Abu Rafi di Makkah untuk kemudian menyusul beliau bersama sang pengantin mukminah, Barrah.

Rasulullah meninggalkan Makkah. Beliau berhenti di hadapan para penduduk yang mengantarkan kepergian beliau dengan hati yang pedih dan berlinang air mata.

Beliau keluar ditemani sang paman, Abbas ibn Abdul Muththalib, karena tidak ada lagi yang perlu ia lakukan di Makkah setelah Allah memberi hidayah kepada penduduknya untuk masuk Islam.

Abbas adalah orang yang dipilih oleh Barrah untuk mewakili dirinya ditemani oleh Abu Rafi, budak Rasulullah SAW, untuk menyusul beliau di daerah Saraf, sebuah wilayah yang dekat dengan wilayah Tan im, sejauh heberapa mil dari Kota Makkah al-Mukarramah.

Tenda untuknya telah didirikan di sana, di Saraf. Di sana, Rasulullah akan menikahi dirinya. Barrah menyapukan pandangan ke seluruh sudut tempat itu dengan perasaan penuh kebahagiaan. Jiwanya begitu rindu untuk datang ke Saraf dan takdirnya telah ditentukan di sana. Kedudukan yang ia peroleh adalah karena ia akan menikah dengan Rasulullah di sana, di Saraf. Karena itu, Saraf menjadi tempat yang sangat ia dambakan. Barrah pun berharap agar Saraf menjadi tempat peristirahatan terakhir baginya dan di sanalah ia akan dimakamkan.

Rasulullah telah menemuinya. Beliau menikahi Barrah pada bulan Syawal 7 H kemudian segera membawanya pulang ke Madinah. Di Madinah, Rasulullah mengganti nama Barrah menjadi Maimunah. Hal itu karena pernikahan Rasulullah dengan Barrah berlangsung dalam kesempatan yang penuh rahmat dan indah.

Sayyidah Maimunah memasuki rumah tangga Nabi yang penuh berkah sebagai salah seorang Ummul Mukminin. Nikmat Islam dan kehormatan atas penikahannya dengan Nabi membuat Maimunah merasa tidak ada lagi yang ia harapkan dari dunia ini.

Tidak diragukan lagi bahwa ia pun akan mendapati dan memasuki suasana kecemburuan dengan para Ummul Mukminin yang sudah terlebih dahulu tinggal dalam naungan rumah tangga Nabi, terlebih Sayyidah Aisyah dan Hafshah binti Umar.

Walaupun demikian, ia hanya bisa berserah dan mensyukuri atas nikmat yang dikaruniakan Allah kepadanya dengan menjadikanya termasuk bagian dari Ummahatul Mukminin di sisi junjungan umat terbaik, Muhammad SAW.

Sejarah Islam dan buku-buku sirah tidak mencatat satu pun peristiwa ataupun percekcokan yang terjadi antara Maimunah dan salah seorang Ummul Mukminin, terlebih lagi pertengkaran di dalam rumah tangga Nabi.

Salah satu peristiwa yang terekam dalam riwayat adalah ketika Rasulullah sakit parah dan hendak wafat, beliau berada di rumah Maimunah. Pada saat itu Maimunah rela jika beliau pindah untuk dirawat di mana beliau suka, yaitu di kediaman Aisyah binti Abu Bakar r.a.

Setelah Rasulullah wafat, Maimunah masih hidup dalam waktu yang panjang hingga lima puluh tahun kemudian.

Seluruh masa itu ia jalani dengan penuh kesalehan, menyampaikan dakwah Rasulullah, dan senantiasa bertakwa kepada Allah. Ia selalu mengenang akan junjungan dan guru seluruh umat manusia, Rasulullah SAW.

Maimunah meriwayatkan guru seluruh sebanyak 46 hadist dari Rasulullah yang dituturkan oleh enam imam. Beberapa tabi'in yang meriwayatkan dari Maimunah adalah Abdullah ibn Abbas, Yazid ibn Asham, dan beberapa orang lainnya.

(Dyah Ratna Meta Novia)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Muslim lainnya