“Kurikulum itu tidak berarti seragam. Usulan dari WASATHI, negara dan ulama bisa membuat silabus tema besarnya saja. Mengenai kurikulum, itu berbasis budaya dan adat masing-masing daerah. Misalnya, kebutuhan umat di NTB tentu akan berbeda dengan di Aceh maupun NTT, ” ungkapnya.
Baca Juga: Ingat Pesan Rasulullah SAW, Jangan Memaksakan Diri Bekerja di Luar Kemampuan
Dia menambahkan, di masa pandemi seperti ini, fungsi Masjid dan khutbah sangat penting untuk menjadi sarana perubahan perubahan sosial dan keselamatan bangsa. Beredarnya opini-opini antimainstream yang meresahkan umat belakangan ini berbahaya di dalam kondisi seperti sekarang ini. Kehadiran kurikulum khutbah ini akan menjadi titik pertemuan ideal antara ulama dan umara.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, KH Syaeful Bahri menyampaikan, kurikulum khutbah ini bisa memberikan pemahaman kepada khatib secara lebih menyeluruh. Nantinya khutbah bisa menjadi corong untuk mengatasi pandemi.
“Khatib harus memberikan pemahaman dalam Dakwah nya untuk mengimplementasikan nilai kebangsaan. Termasuk mensosialisasikan program-program keagamaan unggulan terutama untuk Menanggulangi pandemi Covid-19 yang saat ini sedang melanda dunia, ” ujarnya.
(Vitrianda Hilba Siregar)