Maka itu, tertulis juga beberapa larangan yang harus dipatuhi semua pengunjung perpustakaan tersebut. Di antaranya tidak boleh sholat menghadap bangunan tersebut, dilarang berdoa di depan Rumah Maulid, dan dilarang meratap di temboknya.
Di bangunan itu juga terdapat keterangan lain yang ditulis dalam enam bahasa yakni Inggris, Indonesia, India, Arab, Turki, dan Urdu. Tulisan tersebut menjelaskan tidak disyariatkan untuk mengunjungi perpustakaan ini dengan tujuan beribadah, karena tidak ada dalil yang menunjukkan hal itu.
Baca juga: Kisah Hewan Anjing Marah saat Nabi Dihina dan Membuat 40 Ribu Orang Masuk Islam
Sejarah tentang pengalihfungsian Rumah Maulid pun bisa dilihat di dalam buku karya Quraish Shihab yang berjudul 'Haji dan Umrah Bersama M Quraish Shihab'. Diterangkan di sana bahwa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam memberikan rumah tempat kelahirannya tersebut kepada Aqil, putra pamannya Abu Thalib. Rumah itu beralih kepemilikan kepada Muhammad bin Yusuf Atstsaqafi.
"Tiba suatu waktu penguasa meruntuhkannya karena khawatir disakralkan," tulis Quraish Shihab.
Baca juga: Kejujuran Kata Kunci Sukses Bisnis Nabi Muhammad
Sejak saat itu rumah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam tersebut terbengkalai selama sekian lama hingga akhirnya Pemerintah Arab Saudi menjadikan lokasi rumah kelahiran Nabi itu sebagai perpustakaan pada tahun 1370 Hijriah sampai saat ini.
Dalam riwayat lain, tempat kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam dikisahkan dulunya dikenal dengan lembah Abu Thalib. Aqil bin Abi Thalib menempati rumah tersebut ketika Nabi berhijrah ke Madinah. Keturunan Aqil yang selanjutnya menempati rumah itu sebelum akhirnya dibeli oleh Khizran.