Semangatnya Masyarakat Maroko Mengisi 10 Hari Terakhir Bulan Ramadhan

Tim Okezone, Jurnalis
Kamis 20 April 2023 10:20 WIB
Ketua PBNU KH Yahya Cholil Staquf diundang Raja Maroko menghadiri Durus Hassaniyah bulan Ramadhan. (Foto: Asyraf Muntazhar/Okezone)
Share :

Dalam beberapa kesempatan, saya melihat baik bagaimana cara masyarakat Muslim Maroko memanfaatkan sepuluh malam terakhir Ramadhan dengan sebaik mungkin. Di kebanyakan zaouiya (dibaca: zawiyah), yang dikenali di Maroko sebagai pusat pengenalan ilmu agama dengan pendekatan sufistik, seperti wirid khusus, zikir, tari-tarian dan nyanyian, terlihat jelas bagaimana sepuluh malam terakhir dimanfaatkan dengan penuh semangat.

Agenda-agenda majelis amdah (majelis zikir dan shalawat) yang biasanya dilaksanakan pada hari tertentu, dilaksanakan lebih gencar di kebanyakan zaouiya pada sepuluh malam terakhir Ramadhan.

Namun masyarakat Maroko pun tidak sepenuhnya wali. Di kalangan masyarakat awam, sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan ini tidak dilalui sebagaimana para praktisi sufistik memanfaatkan waktunya. Kendati demikian, gairah masyarakat Muslim Maroko secara umum juga sangat bisa dirasakan karena perbedaan suasananya dibandingkan malam-malam lainnya. 

Berbeda dengan yang terjadi di Indonesia, pada tradisi masyarakat Maroko, keagungan sepuluh malam terakhir lebih digaungkan ketimbang hari raya Idul Fitri. Jika di Indonesia para orang tua akan mengusahakan yang terbaik untuk dapat memberikan pakaian baru, menyajikan makanan terbaik, dan bermaaf-maafan pada momentum Idul Fitri, masyarakat Maroko melakukan itu semua pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, khususnya pada malam-malam ganjil.

Pada sepuluh malam terakhir ini, para orang tua akan membelikan pakaian tradisional Maroko kepada anak-anaknya, merias, memakaikan perhiasan dan memasangkan inai bagi anak-anak perempuannya, kemudian membawa mereka ke studio foto terdekat untuk diabadikan dalam bentuk gambar.

Bagi mereka yang memiliki kemampuan finansial berlebih, tidak jarang menghias bagian khusus dalam rumahnya dengan pernak-pernik yang biasanya hanya dipakai dalam peringatan-peringatan khusus seperti pernikahan dan khitanan, untuk dijadikan spot perayaan bagi anak-anaknya.

Saya pernah menanyakan tujuan dari diadakannya tradisi ini kepada salah satu rekan kuliah di kampus yang sudah memiliki beberapa anak. Ia menjelaskan bahwa para orang tua berusaha memberikan pemahaman kepada anak-anaknya bahwa sepuluh malam terakhir pada bulan Ramadhan, terlebih malam-malam ganjil, merupakan hari-hari yang sepatutnya dilewati dengan penuh semangat dan kegembiraan. 

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Muslim lainnya