2. Keberanian
Perlu juga mengajarkan keberanian kepada anak-anak. Tidak harus melawan bullying yang dialami, namun paling tidak berani mengadukan kepada orangtua atau orang-orang yang memiliki hak menyelesaikan masalah. Ini adalah sebuah keberanian yang patut untuk terus dipupuk.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, "Kebanyakan manusia mengidentikkan keberanian dengan kekuatan. Padahal, keduanya jelas berbeda. Berani adalah ketegaran hati dalam menghadapi sesuatu meskipun tidak punya kekuatan untuk membalas."
وَكَانَ الصّديق رَضِي الله عَنهُ أَشْجَع الْأمة بعد رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم، وَكَانَ عمر وَغَيره أقوى مِنْهُ، وَلَكِن برز على الصَّحَابَة كلهم بثبات قلبه فِي كل موطن من المواطن الَّتِي تزلزل الْجبَال، وَهُوَ فِي ذَلِك ثَابت الْقلب، رابط الجأش، يلوذ بِهِ شجعان الصَّحَابَة وأبطالهم، فيُثَبِّتهم ويشجعهم
"Abu Bakr radhiyallahu 'anhu adalah orang yang paling berani setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, sementara Umar radhiyallahu 'anhu dan yang lainnya lebih kuat dari Abu Bakr radhiyallahu 'anhu. Akan tetapi, para sahabat bersaksi bahwa keteguhan Abu Bakr radhiyallahu 'anhu dalam setiap kondisi yang bahkan gunung saja runtuh dengannya sementara beliau tetap tidak bergeming, yang membakar keberanian sahabat lainnya." (Al Furusiyah, halaman 500)
"Maka, didiklah anak kita menjadi anak-anak yang berani. Bukan berani yang sembarangan, melainkan berani menyuarakan kebaikan dan melawan keburukan," terang Ustadz Muhammad Nur Faqih.
"Ajarkan mereka tidak takut menghadapi berbagai macam situasi, termasuk bullying. Semoga Allah menjaga anak-anak kita dari perilaku yang merusak ini," pungkasnya.
Wallahu a'lam bisshawab.
(Hantoro)