Menag: Skema Murur di Muzdalifah Pertimbangkan Hukum Fikih dan Keamanan Jamaah Haji

Fahmi Firdaus , Jurnalis
Senin 10 Juni 2024 13:07 WIB
Ilustrasi Menag jelaskan alasan penerapan skema murur di Muzdalifah untuk jamaah haji Indonesia. (Foto: Kemenag.go.id)
Share :

MENTERI Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengatakan Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) merencanakan penerapan skema murur saat mabit (menginap) di Muzdalifah. Hal itu dikaji dengan mempertimbangkan aspek hukum fikih dan keamanan jamaah haji. 

Mabit di Muzdalifah dengan cara murur adalah mabit yang dilakukan dengan cara melintas di Muzdalifah setelah menjalani wukuf di Arafah. Jamaah haji saat melewati kawasan Muzdalifah tetap berada di atas bus, tidak turun, lalu bus langsung membawa mereka menuju tenda di Mina.

"Sudah ada beberapa pilihan skema murur. Karena memang kita tidak hanya boleh bicara sekadar bagaimana murur itu bisa dilaksanakan dengan mudah. Di situ ada hukum fikih yang saya kira juga perlu didiskusikan," jelas Menag di Jeddah, Arab Saudi, Ahad 9 Juni 2024.

"Tadi teman-teman sudah berdiskusi dengan Mustasyar Diny, tim para ulama, yang memberikan justifikasi secara hukum dan kesimpulannya diperbolehkan," imbuhnya. 

Sejalan dengan itu, lanjut Gus Men –sapaan akrabnya, PPIH tengah mengatur skema murur yang paling memungkinkan. Sejumlah teknis pergerakan jamaah haji dikaji dan diperhitungkan.

"Insya Allah segera difinalisasi skemanya, termasuk mempertimbangkan animo yang besar sekali dari jamaah haji untuk mengikuti murur ini. Mudah-mudahan hari ini bisa kita rumuskan yang terbaik buat jamaah dan memastikan bahwa murur itu bisa berjalan dengan lancar," ujarnya.

Skema murur menjadi ijtihad dan ikhtiar bersama dalam menjaga keselamatan jiwa jamaah haji Indonesia di tengah keterbatasan area di Muzdalifah. Area yang diperuntukkan bagi jamaah haji Indonesia seluas 82.350 meter persegi.

Pada 2023, area ini ditempati sekira 183.000 jamaah haji Indonesia yang terbagi dalam 61 maktab. Sementara ada sekira 27.000 jamaah haji Indonesia (9 maktab) yang menempati area Mina Jadid. Sehingga, setiap jamaah haji saat itu hanya mendapatkan ruang atau tempat (space) sekira 0,45 m2 di Muzdalifah.

Sementara pada 2024, Mina Jadid tidak lagi ditempati jamaah haji Indonesia. Sehingga, 213.320 jamaah dan 2.747 petugas haji Indonesia akan menempati seluruh area Muzdalifah.

Padahal, tahun ini juga ada pembangunan toilet yang mengambil tempat (space) di Muzdalifah seluas 20.000 m2. Sehingga, ruang yang tersedia untuk setiap jamaah haji jika semuanya ditempatkan di Muzdalifah, 82.350 m2-20.000 m2 = 62.350 m2/213.320 = 0,29 m2. 

Tempat atau space di Muzdalifah menjadi makin sempit dan ini berpotensi sangat padat luar biasa. Jika dibiarkan akan dapat membahayakan jamaah haji.

Skema murur diprioritaskan bagi jamaah haji yang mengalami risiko tinggi (risti) secara medis, lanjut usia (lansia), disabilitas, berkursi roda, serta para pendamping jamaah (risti, lansia, disabilitas, berkursi roda).

Direktur Bina Haji Kemenag Arsad Hidayat menambahkan, pihaknya telah mendiskusikan skema murur dengan pihak-pihak di Arab Saudi, baik Masyariq, Naqabah, maupun Kementerian Haji dan Umrah.

Di Indonesia, hal ini juga tekah didiskusikan dengan sejumlah ormas, baik NU, Muhammadiyah, Persis, Al Wasliyah, dan lainnya.

"Kami juga mendiskusikan hal ini dengan Mustasar Diny yang terdiri dari para ulama. Mereka juga mendukung terkait rencana skema murur yang dijalankan pemerintah. Waktu pelaksanaan murur mulai pukul 19.00 dan diharapkan selesai 22.00," sebutnya.

"Ini bertolak dari pemikiran bahwa menjaga keselamatan jiwa itu menjadi hal yang sangat penting dan tidak bisa ditawar-tawar lagi," pungkasnya. 

(Hantoro)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Muslim lainnya