APA hukumnya memindahkan makam orangtua karena terkena gusur proyek jalan raya? Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun memberi jawabannya secara jelas.
Disitat dari mui.or.id, Kamis (25/7/2024), KH Romli menerangkan bahwa pada dasarnya memindahkan, membongkar, atau menggusur makam sebelum jenazah itu rusak adalah hukumnya haram; karena merusak kehormatan mayit.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
(وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ) ، ومن كرامته أن لا يُنبش قبره ولا تُنتهك حرمته.
"Dan sungguh telah kami muliakan Bani Adam." (Quran Surat Al Isra Ayat 70)
"Dan di antara bentuk penghormatan Allah kepada manusia dengan tidak menggali kuburannya dan merusak kehormatannya," jelas KH Romli.
Ia melanjutkan, begitu juga Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam bersabda:
كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّارواه أبو داود،
"Memecahkan tulang mayit seperti memecah tulang orang hidup." (HR Abu Dawud)
Lihat juga Fatwa MUI Tahun 1981 tentang memindahan jenazah, bahwa memindahkan jenazah yang telah dimakamkan itu tidak boleh, kecuali ada alasan yang dibenarkan oleh syariat.
Namun demikian seiring perkembangan, sebagaimana pertanyaan yang disampaikan, ternyata banyak makam yang dipindahkan dan digusur untuk dijadikan jalan raya atau tol. Oleh karena itu, bagaimana hukumnya?
KH Romli memaparkan, dalam literatur fikih ulama berbeda pendapat dalam persoalan ini. Syafi'iyyah berpendapat bahwa haram hukumnya memindahkan mayit dari tempat (negeri/balad) meninggalnya meskipun belum terjadi perubahan pada mayit karena termasuk perbuatan menunda penguburan mayit dan merusak kehormatan mayit.
Akan tetapi, mereka menyatakan dibolehkan memindahkan mayit dari tempat meninggalnya untuk dimakamkan ketempat yang saling terhubung atau berdekatan atau telah terjadi adat (uruf) yang berlaku dalam masalah ini (memindahkan mayit dari tempat meninggalnya).
Hanafiyyah berpendapat dibolehkan memindahkan mayit sebelum dikuburkan, baik jaraknya jauh maupun dekat. Akan tetapi bila sudah dikuburkan, tidak diperkenankan (haram) memindahkannya.
Menurut salah satu pendapat dari Imam As-Syarkhasy bila telah melewati jarak 2 mil maka makruh memindahkan mayit tersebut.
Malikiyyah berpendapat dibolehkan memindahkan mayit, baik sebelum dikuburkan maupun setelah dikuburkan, asal tidak menyebabkan pemindahan tersebut sampai mayit terpecah sehingga mengeluarkan bau busuk yang akan menodai kehormatan mayit (menyebabkan aib bagi mayit), atau pemindahan itu dikhawatirkan mayit akan tergerus air laut, atau pemindahan mayit tersebut untuk dipindahkan ketempat yang lebih berkah dengan dimakamkan di antara keluarganya atau supaya keluarganya dekat untuk menziarahi kuburannya.
Hanabilah berpendapat tidak dibolehkan memindahkan mayit dari tempat meninggalnya kecuali dengan tujuan yang baik seperti memindahkan mayit ketempat yang mulia dari tempat meninggalnya. (Lihat: Abdur-Rahman Al-Jaziri, Madzahibul Al-Arb'ah, Juz 1, halaman 538)
نقل الميت من جهة موته
المالكية- قالوا: يجوز نقل الميت قبل الدفن وبعده من مكان إلى آخر بشروط ثلاثة: أولها: أن لا ينفجر حال نقله، ثانيها: أن لا تهتك حرمته بأن ينقل على وجه يكون فيه تحقير له، ثالثها: أن يكون نقله لمصلحة، كأن يخشى من طغيان البحر على قبره، أو يراد نقله إلى مكان له قيمة، أو إلى مكان قريب من أهله، أو لأجل زيارة أهله إياه فإن فقد شرط من هذه الشروط الثلاثة حرم النقل.
الحنفية- قالوا: يستحب أن يدفن الميت في الجهة التي مات فيها، ولا بأس بنقله من بلدة إلى أخرى قبل الدفن عند أمن تغير رائحته، أما بعد الدفن فيحرم إخراجه ونقله، إلا إذا كانت الأرض التي دفن فيها مغصوبة، أو أخذت بعد دفنه بشفعة.
الشافعية- قالوا: يحرم نقل الميت قبل دفنه من محل موته إلى آخر ليدفن فيه ولو أمن تغيره، إلا إن جرت عادتهم بدفن موتاهم في غير بلدتهم، ويستثنى من ذلك من مات في جهة قريبة من مكة، أو المدينة المنورة، أو بيت المقدس، أو قريباً من مقبرة قوم صالحين فإنه يسن نقله إليها إذا لم يخش تغير رائحته، وإلا حرم، وهذا كله إذا كان قد تم غسله وتكفينه والصلاة عليه في محل موتته، وأما قبل ذلك فيحرم مطلقاً، وكذلك يحرم نقله بعد دفنه إلا لضرورة، كمن دفن في أرض مغصوبه فيجوز نقله إن طالب بها مالكها.
الحنابلة- قالوا: لا بأس بنقل الميت من الجهة التي مات فيها إلى جهة بعيدة عنها، بشرط أن يكون النقل لغرض صحيح، كأن ينقل إلى بقعة شريفة ليدفن فيها أو ليدفن بجوار رجل صالح
Jadi pembongkaran dan pemindahan mayit diperbolehkan apabila sesuai dengan ketentuan dan dengan alasan-alasan yang bersifat syari, doruriy, dan kebutuhan. Misalnya:
1. Jenazah dikubur tanpa dimandikan, dikubur di tanah atau pakaian yang digasab, harta jatuh di tempat pengkuburan, atau dikubur tanpa menghadap kiblat.
وَنَبْشُهُ بَعْدَ دَفْنِهِ لِلنَّقْلِ وَغَيْرهِ حَرَامٌ إِلَّا لِضَرُوْرَةٍ بِأَنْ دُفِنَ بِلَا غُسْلٍ أَوْ فِيْ أَرْضٍ أَوْ ثَوْبٍ مَغْصُوْبِيْنَ أَوْ وَقَعَ فِيْهِ مَالٌ أَوْ دُفِنَ لِغَيْرِ الْقِبْلَةِ لَا لِلتَّكْفِيْنِ فِي الْأَصَّحِ
(Lihat Al-Imam Muhyiddin Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf Al-Nawawi, Minhaj Al-Thalibin wa 'Umdah al-Muftin fi al-Fiqh: 62)
2. Ada kebutuhan yang mendesak, seperti kondisi tanah yang becek atau keluar air kotor yang membuat genangan, di daerah sekitarnya banyak binatang buas, atau hal-hal lain yang sekiranya menggangu mayat.
3. Tanah yang dipakai untuk memakamkan milik orang lain dan pemiliknya tidak rela, hingga harus dipindahkan ke pemakaman umum atau lahan pribadi.
4. Ada rencana untuk menggunakan lahan makam demi kepentingan umum seperti jalan.
"Dengan catatan, dalam pembongkaran dan pemindahannya tetap harus memperlakukan dan merawat mayit sebagaimana mestinya, yaitu menjaga kehormatan orang yang meninggal (mayit), tidak boleh merusak jasadnya dan memecah apalagi mematahkan orang meninggal. Wallahu'alam bishowab," pungkasnya.
(Hantoro)