Hati-hati atau wara terhadap perkara syubhat dan haram menjadi salah satu kunci untuk memudahkan terkabulnya doa. Seseorang yang tidak peduli dengan apa yang ia gunakan untuk kehidupan pribadi maupun keluarganya, entah itu berupa makanan, minuman, pakaian, dan sebagainya, sejatinya telah menutup jalan terkabulnya doa. Sahabat Umar bin Khattab berkata:
بِالْوَرَعِ عَمَّا حَرَّمَ اللَّهُ يَقْبَلُ اللَّهُ الدُّعَاءَ وَالتَّسْبِيحَ
Artinya: “Dengan wara dari apa yang Allah haramkan, Allah akan menerima doa dan tasbih.”
Ungkapan tersebut menunjukkan bahwa meremehkan terhadap perkara haram bisa menjadi penghalang doa. Sebaliknya, bersikap wara bisa menjadi sarana untuk memudahkan terkabulnya sebuah doa.
Salah satu perkara yang bisa menghalangi terkabulnya doa adalah lupa daratan, yakni hanya mengingat Allah ketika ada dalam kesusahan dan melupakan-Nya ketika kesusahan tersebut sudah hilang. Istiqamah dalam mengingat-Nya di setiap kondisi menjadi faktor penting terkabulnya doa. Hal ini sebagaimana digambarkan dalam sebuah syair:
نَحْنُ نَدْعُو الإِلٰهَ فِي كُلِّ كَرْبٍ * ثُمَّ نَنْسَاهُ عِنْدَ كَشْفِ الْكُرُوبِ
كَيْفَ نَرْجُو اسْتِجَابَةً لِدُعَاءٍ * قَدْ سَدَدْنَا طَرِيقَهَا بِالذُّنُوبِ
Artinya: “Kita berdoa kepada Allah di setiap kesusahan * tetapi kita melupakan-Nya saat kesusahan telah diangkat. Bagaimana mungkin kita berharap doa dikabulkan * sementara kita sendiri telah menutup jalannya dengan dosa-dosa”
Gemar melakukan dosa dan maksiat juga bisa menjadi penghalang dikabulkannya doa seorang hamba. Dosa ibarat virus yang menggerogoti kekuatan doa. Semakin banyak dosa yang dilakukan semakin lemah pula daya doa yang dipanjatkan. Ibnu Rajab mengutip perkataan sebagian ulama salaf:
لَا تَسْتَبْطِئِ ٱلْإِجَابَةَ وَقَدْ سَدَدْتَ طُرُقَهَا بِٱلْمَعَاصِي
Artinya: “Janganlah kamu merasa ijabah doa terlambat, padahal kamu sendiri telah menutup jalan-jalannya dengan maksiat.”
Wallahualam
(Erha Aprili Ramadhoni)